Ragam Upaya ESDM dan PLN Transisi Energi dari Sektor Kelistrikan

KESDM
PLTS Likupang di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
8/11/2022, 12.52 WIB

Kementerian ESDM bersama PLN terus mendorong percepatan transisi energi di sektor pembangkit listrik melalui pengembangan teknologi pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sembari mengembangkan pembangkit energi terbarukan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan pemerintah sejauh ini masih memanfaatkan PLTU batu bara sebagai produsen mayoritas energi listrik nasional.

Oleh sebab itu, Dadan menyebut, praktik pergeseran dari ketergantungan pada pembangkit energi fosil harus dilakukan secara bertahap sembari membangun kesiapan infrastruktur dalam penyediaan sumber listrik dari energi terbarukan.

Adapun produksi emisi gas rumah kaca dari sektor energi pada tahun 2030 diproyeksikan menyentuh 1.668 juta ton CO2 apabila mengacu pada kebiasaan normal atau Business as Usual (BaU).

Seraya menunggu kesiapan operasi dari sejumlah pembangkit listrik dari energi terbarukan, Kementerian ESDM bersama PLN juga menerapkan teknologi mutakhir di sektor PLTU batu bara melalui peremajaan boiler dalam mengolah batu bara.

Teknologi yang dimaksud yakni ketahanan boiler pada temperatur tinggi dan kemampuannya dalam mengolah batu bara. Semakin terkini teknologi yang dipasang pada boiler, ketahanan PLTU akan semakin baik serta mampu mengolah batu bara rendah kalori dan ramah lingkungan.

"Dari teknologi yang kami gunakan dalam hal ini, misalnya PLTU batu bara supercritical yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca karena teknologi ini jauh lebih efisien," ujarnya pada agenda Paviliun Indonesia di COP27 bertajuk Decarbonizing Energy Sector for Net Zero: Achievement, Progress, and Challenges pada Senin (7/11).

Dadan melanjutkan, kementeriannya bersama PLN juga secara bertahap mengubah pembangkit berbahan bakar fosil diesel menjadi pembangkit berbahan gas yang dinilai lebih rendah emisi.

Konversi ini akan dijalankan secara masif pada 2025 dengan menyasar ke 5.200 PLTD yang saat ini beroperasi di 2.130 titik, khususnya di wilayah terpencil. Pada fase 1, akan dilakukan pemberhentian secara bertahap dengan mekanisme campuran atau hybrid.

"Kami berusaha juga untuk lebih banyak gas masuk ke dalam pengoperasian pembangkit listrik. Selain ke pembangkit, kami upayakan konversi ini juga menyasar pada sektor transportasi dan sektor industri," ujar Dadan.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan langkah yang sudah dilakukan oleh perseoran untuk mengurangi emisi gas buang yang dihasilkan dari operasional PLTU adalah mengurangi penggunaan batu bara dan menggantinya dengan biomassa sebagai bahan bakar atau co-firing.

Skema ini telah diimplementasikan di 33 PLTU dari 48 pembangkit yang tengah diujicoba. PLN terus mengoptimalisasi penerapan co-firing hingga mencapai kapasitas 1,8 gigawatt.

Dari target 52 lokasi tahap implementasi pada 2025, penerapan co-firing sejauh ini sudah memanfaatkan 175 ribu ton biomassa yang menghasilkan produksi 185 GWh listrik serta penurunan 184 ribu ton CO2.

Adapun limbah cangkang sawit dinilai sebagai pengganti batu bara yang realitif baik karena memiliki nilai kalori yang tinggi dan kadar sulfur yang lebih rendah sehingga emisi yang dihasilkan menurun. Hasil pembakaran cangkang sawit juga disebut rendah abu sehingga berimbas kepada lingkungan yang lebih baik.

"Kami akselerasi, kami gencar mempercepat pengembangan energi terbarukan. Kami juga memanfaatkan energi biomassa. Kami juga mengganti teknologi batu bara lama kami dengan teknologi yang jauh lebih efisien," ujar Darmawan.

Di sisi lain, Darmawan mengatakan permintaan energi bersih kian melonjak seiring menjamurnya tren transisi energi, khususnya permintaan pada sektor industri manufaktur. Apalagi Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar dan sanggup memenuhi permintaan akan suplai energi bersih.

"PLN harus menciptakan lebih banyak ruang untuk energi terbarukan," ucapnya.

Meski modal yang dikeluarkan untuk pengembangan energi terbarukan terbilang mahal, Darmawan optimis investasi perusahaan saat ini akan mendatangkan keuntungan di masa depan seiring harga listrik energi terbarukan yang kian mampu bersaing dengan listrik fosil.

"Harga energi terbarukan turun dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, minggu ke minggu, hari ke hari. Ketika kami melelang energi surya pada tahun 2015, harganya US$ 0,27. Ketika kami melelang energi surya hanya beberapa bulan yang lalu, hanya 4 sen," ujar Darmawan.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu