RI Terima Pembiayaan dari CIF untuk Matikan PLTU Batu Bara Rp 7,7 T

ANTARA FOTO/MEDIA CENTER G20 INDONESIA/Zabur Karuru/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan paparannya dalam sesi pleno XI B20 Summit Indonesia 2022 di BNDCC, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin (14/11/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
14/11/2022, 18.57 WIB

Indonesia baru saja menerima dukungan pembiayaan untuk transisi energi dari Climate Investment Fund (CIF) sebesar US$ 500 juta atau setara Rp 7,7 triliun (kurs Rp 15.500/US$). Dana tersebut sebagai bagian untuk mencapai target pensiun dini PLTU batubara Indonesia dalam jangka pendek.

"CIF, salah satu dana multilateral terbesar di dunia untuk aksi iklim di negara-negara berkembang, baru-baru ini mendukung US$ 500 juta dari pembiayaan konsesional kepada Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Grand Launching Indonesia ETM Country Platform, Senin (14/11)

Bendahara negara itu bilang, dukungan pembiayaan baru tersebut akan menjadi katalis untuk terus dikembangkan hingga mencapai US$ 4 miliar atau setara Rp 62 triliun (Kurs Rp 15.500/US$) untuk mendukung pensiun dini PLTU batu bara hingga dua gigawatt. Ini merupakan bagian dari hasil analisis potensi pensiun dini PLTU batu bara di dalam negeri sebesar 15 gigawatt.

Pensiun dini khusus untuk dua gigawatt tersebut diperkirakan bisa mengurangi emisi karbon hingga 50 juta ton emisi CO2 pada 2030 dan 160 juta ton pada 2040.

Adapun pemerintah juga resmi meluncurkan Mekanisme Transisi Energi (ETM) untuk mendanai upaya menuju penghentian PLTU batubara dan membangun pembangkit energi terbarukan. Adapun PT Sarana Multi Infrastruktur ditunjuk sebagai platform resmi ETM untuk menjembatani masuknya pembiayaan untuk transisi energi.

Penunjukkan PT SMI sebagai platform untuk ETM, kata Sri Mulyani, akan menjadi sinyal kuat terkait komitmen Indonesia terhadap transisi energi. "Country platform ETM juga menciptakan kesiapan kelembagaan dan peraturan bagi Indonesia untuk menarik investasi baru dan signifikan di sektor energi," kata Sri Mulyani.

Pemerintah bersama Bank pembangunan Asia (ADB) juga baru saja menandatangani MoU untuk memulai diskusi terkait pensiun dini dari PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW). Ini merupakan salah satu proyek di bawah kerangka Mekanisme Transisi Energi (ETM).

ADB baru akan memulai negosiasi jadwal pensiun dini pembangkit ini. Pembangkit listrik ini memiliki kontrak penyaluran listrik hingga 2042, artinya saat itu usianya 30 tahun. Biasanya, pembangkit listrik batu bara memiliki usia 40-50 tahun, sehingga kontrak bisa diperpanjang usia 10-20 tahun setelah habis pada 2042.

"Jika pembangkit listrik ini menghentikan operasinya secara permanen pada 2037, misalnya, hal itu akan mengurangi masa operasinya setidaknya 15 tahun dengan menggunakan masa operasi konservatif 40 tahun," kata ADB.

ADB menghitung, jika PLTU dipensiunkan permanen pada 2037, dampaknya bisa mengurangi emisi CO2 hingga 30 juta ton. Jumlah emisi ini setara dengan mengurangi emisi dengan menghilangkan 800 ribu mobil.

Transaksi belum selesai, tetapi bank multilateral yang berbasis di Manila, Filipina itu memperkirakan transaksi bernilai US$ 250-300 juta atau setara Rp 3,8 triliun-Rp 4,6 triliun(Kurs 15.500/US$). Namun besaran nilai transaksi untuk PLTU Cirebon-1 tersebut kurang relevan jika membandingkan dengan kebutuhan untuk mempensiunkan PLTU lainnya di Indonesia maupun negara lain.

Pembiayaan untuk pensiun dini PLTU tersebut akan menggunakan blended finance alias patungan, termasuk menggunakan modal konvensional atau modal dari Departemen Operasi Sektor Swasta milik ADB. Dana konsesi ini termasuk dari dukungan donor terhadap program ETM dan porsi dari pemerintah Indonesia melalui fasilitas Climate Investment Funds Accelerating Coal Transition.

"Struktur transaksi belum final dan sejumlah lembaga keuangan dan filantropi telah menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam transaksi tersebut," kata ADB.

Reporter: Abdul Azis Said