Kementerian ESDM menyampaikan kabar positif soal perkembangan proyek pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Hal tersebut tak lepas dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa sejumlah investor PLTN mulai menaruh minat serius pada pengembangan pembangkit setrum energi atom di tanah air.
"Investor yang mau itu malah pakai langsung nuklirnya dari bahan PLTN-nya, kan kita maunya yang pelan-pelan dulu," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (16/12).
Mendapati sinyal positif dari sejumlah investor, Arifin mengatakan pemerintah sudah mulai memetakan potensi bahan galian nuklir di dalam negeri.
Menurut catatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2019, RI memiliki total sumber daya uranium 81.090 ton dan thorium 140.411 ton. Bahan baku nuklir tersebut tersebar di tiga wilayah, yakni Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sumatra memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium, Kalimantan 45.731 ton uranium dan 7.028 ton thorium, dan Sulawesi 3.793 ton uranium dan 6.562 ton thorium. Adapun satu pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 1.000 MW membutuhkan 21 ton uranium yang dapat memproduksi listrik selama 1,5 tahun.
Uranium dalam konsentrasi kecil dapat ditemui di mana saja di dalam tanah dan bebatuan, di sungai, di pantai. Konsentrasi dari uraniun secara kualitas sangat bervariasi berdasarkan lokasi ditemukannya.
Sebagai contoh, uranium tercampur atau terdapat di dalam batuan granit yang mayoritas 60% terletak di lapisan kerak bumi dengan kandungan uraniun 4 ppm. "Kita pertama itu identifikasi dulu daerah mana yang ada potensi bahan baku nuklir yang besar, katanya kan ada salah satunya dari timah ya," ujar Arifin.
Sembari menyiapkan diri mencari sumber bahan baku dan menjalin komunikasi dengan para investor, pemerintah juga berupaya untuk menyesuaikan regulasi dan teknis pengembangan PLTN di dalam negeri sesuai aturan dari Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA).
"Kita harus siapkan beberapa langkah. Ada aturan dan ada persyarakat dari International Atomic Energy Agency," kata Arifin.