Sejumlah perusahaan di Jerman mencari opsi alternatif untuk mengatasi krisis energi setelah Rusia menghentikan pasokan gas ke negara itu. Seperti kembali menggunakan bahan bakar minyak (BBM) hingga transisi ke hidrogen untuk memastikan operasional produksi tak terganggu.
Kondisi krisis energi ini juga yang memaksa pemerintah Jerman untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang mengancam target untuk mencapai netralitas karbon.
Salah satu perusahaan tersebut yaitu Kelheim Fibers yang memproduksi serat. Menipisnya pasokan gas dari Rusia memaksa perusahaan yang berbasis di Bavaria ini untuk menggunakan BBM sebagai pengganti gas mulai pertengahan Januari 2023 untuk menjaga agar mesinnya tetap berjalan.
Namun penggunaan BBM akan meningkatkan emisi karbon. Untuk jangka panjang, Kelheim Fibers mempertimbangkan untuk beralih ke hidrogen yang merupakan sumber energi yang jauh lebih bersih asalkan diproduksi menggunakan energi terbarukan.
“Kami ingin menjadi salah satu perusahaan besar pertama di Bavaria yang beralih ke hidrogen,” kata direktur pelaksana Kelheim Fibers, Craig Barker, seperti dikutip Reuters, Jumat (30/12). “Biaya energi mencapai lebih dari 60-70% dari biaya variabel, menyalip bahan baku utamanya.”
Kelheim Fibers adalah salah satu dari banyak perusahaan kecil dan menengah yang membentuk tulang punggung ekonomi Jerman, dan berusaha untuk mendiversifikasi bauran energi mereka untuk mempertahankan produksi.
Langkah pemerintah Jerman untuk menyalakan kembali PLTU batu bara dinilai akan mengancam target emisi negara tersebut. Namun ekonom IFO, Klaus Wohlrabe mengatakan bahwa krisis energi pada akhirnya dapat mengarah pada produksi yang lebih hijau.
“Mengandalkan bahan bakar fosil untuk jangka panjang telah terbukti menjadi jalan yang berisiko. Jadi, setidaknya dalam jangka menengah, perusahaan tidak punya pilihan selain melakukan reorientasi diri,” kata Wohlrabe.
Kelheim Fibers, yang sejauh ini telah memenuhi 85% kebutuhan energi dengan gas, sedang dalam pembicaraan dengan para pemangku kepentingan mengenai impor hidrogen dengan perkiraan konsumsi tahunan sekitar 30.000 ton, mulai tahun 2025.
“Kami benar-benar membutuhkan infrastruktur,” kata Barker. Dia juga menambahkan bahwa pipa akan dibutuhkan untuk terhubung ke kilang Bayernoil Jerman dan pelabuhan untuk menutupi permintaan yang tidak dapat dipenuhi perusahaan dari hidrogen yang diproduksi di dalam negeri.
Awal bulan ini, Kementerian Urusan Ekonomi Jerman menyetujui pembangunan jaringan pipa hidrogen pertama di negara itu dan mengumumkan rencana aksi untuk mendukung perusahaan kecil dan menengah saat mereka beralih ke produksi netral iklim, termasuk memperluas infrastruktur hidrogen.
Asosiasi industri utilitas BDEW mengatakan bahwa banyak yang harus dikerjakan untuk mempercepat investasi dalam hidrogen, termasuk menyelesaikan Undang-Undang Hidrogen untuk memotong birokrasi dan mengatur peningkatan hidrogen dengan cepat.
“Tahun 2023 harus memberikan dorongan baru untuk investasi dalam energi terbarukan, hidrogen, pembangkit listrik berbahan bakar gas berkemampuan hidrogen, dan jaringan energi,” kata presiden BDEW Kerstin Andreae.