Komisi VII DPR mendorong agar power wheeling tetap dimasukan dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan atau RUU EBET. Langkah ini berkebalikan Kementerian ESDM yang menghapus power wheeling dari daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Maman Abdurrahman, menyampaikan bahwa power wheeling memiliki peran penting dalam mengakselerasi pemanfaatan listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Melalui implementasi power wheeling, sumber listrik EBET yang diproduki oleh swasta bisa didistribusikan kepada pelanggan industri maupun rumah tangga menggunakan jaringan atau transmisi listrik milik PLN tanpa harus membangun transmisi pribadi perusahaan.
Power wheeling merupakan mekanisme yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi PLN secara langsung.
"Misal ada entitas yang membuat pembangkit listrik tenaga surya, mereka harus buat transmisi lagi. Kami harapkan transmisi eksisting milik PLN bisa digunakan," kata Maman saaat Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM pada Selasa (24/1).
Maman menilai bahwa penerapan power wheeling dapat menjadi peluang bisnis baru bagi PLN lewat keuntungan yang diperoleh dari penyewaan jaringan listrik. "Pada saat entitas itu sudah mulai membangun pembangkit EBT, dia bingung mentransfer listriknya, akhirnya harus membangun transmisi lagi," ujarnya.
Komisi Energi DPR bersama Kementerian ESDM dijadwalkan bakal membentuk Panitia Kerja atau Panja untuk menggodok DIM RUU EBET. Satu poin yang akan dibahas secara mendalam yakni usulan pengadaan power wheeling.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan bahwa sikap pemerintah tetep menganulir power wheeling dalam RUU EBET. "Sudah jelas, posisi pemerintah gak ada power wheeling. Itu sudah masuk di dalam DIM," kata Arifin saat ditemui selepas Raker.
Kementerian ESDM sepakat untuk menghapus usulan skema power wheeling di dalam RUU EBET sembari memberikan penegasan kepada PLN untuk melaksanakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang berorientasi kepada pemanfataan energi hijau.
"Tapi ada kewajiban untuk menyediakan energi baru dan bersih ke dalam sistem jaringan. Itu kewajiban itu harus dilaksanakan," ujarnya.
Menanggapi adanya usulan Komisi VII DPR yang mendorong aturan power wheeling di RUU EBET, Arifin menyampaikan hal tersebut akan secara khusus dibahas di dalam agenda Panja. "Ya nanti saja tunggu di dalam panja," kata Arifin.
Power Wheeling Berpotensi Rugikan Negara
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara, beranggapan akan terjadi masalah serius jika implementasi power wheeling ditetapkan di dalam Undang-Undang (UU) EBET.
Marwan menilai, kondisi itu membuka peluang produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.
Menurutnya, skema power wheeling akan merugikan negara sebab berpotensi mengurangi kemampuan PLN untuk bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik yang relatif besar dan tidak diimbangi dengan serapan konsumsi yang cukup.
"Wewenang PLN ini merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara melalui BUMN," kata Marwan saat ditemui wartawan di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (24/1).
Marwan melanjutkan, pemanfaatan jaringan PLN oleh produsen listrik swasta melalui skema power wheeling juga berpotensi menimbulkan masalah pada sisi konsumen, yakni harga listrik pembangkit berbasis EBT yang dibangun swasta akan jadi lebih mahal.
"Saat ini pun pemerintah belum memiliki pengaturan yang jelas terkait skema tarif yang akan diterapkan. Jangan sampai nanti transmisi numpang lewat infrastruktur PLN, kemudian tarif itu tidak jelas," ujar Marwan.
Sebelumnya Wakil Ketua MPR Syarief Hasan telah meminta pemerintah dan DPR untuk menghapus skema power wheeling dalam RUU EBET. Dia menilai skema itu meliberalisasi sektor kelistrikan yang justru bisa merugikan negara.
"Jika klausul tersebut diloloskan, ini sama dengan liberalisasi sektor kelistrikan yang bertentangan dengan UUD 1945. Sebab listrik merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harusnya dikuasai oleh negara," kata Syarief di Jakarta, Kamis (12/1).
Sementara Kementerian Keuangan menilai implementasi power wheeling tidak sejalan dengan kondisi PLN yang saat ini mengalami kelebihan pasokan listrik atau oversupply.