Presiden Joko Widodo meminta para menteri untuk menerbitkan peraturan agar PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN dapat menyerap dana dalam platform Just Energy Transition Partnership atau JETP. Seperti diketahui, JETP merupakan platform pendanaan energi dari beberapa donor senilai US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 310 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemangku kepentingan masih melihat kesiapan PLN dalam menyerap dana tersebut. Dalam penyerapan dana JETP, PLN merupakan pemilik aset atau pemegang kontrak produsen energi independen.
"Dibutuhkan suatu peraturan untuk melandasi itu supaya penyerapan dana JETP bisa berjalan secara kredibel dan baik. Itu yang presiden minta," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Negara, Selasa (31/1).
Sri Mulyani mencatat ada dua pihak yang memainkan peranan penting dalam penyerapan dana JETP. Kedua pihak yang dimaksud adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan PT Sarana Multi Infrastruktur atau SMI.
Menko Luhut bertugas untuk berbicara dengan para donor JETP agar dapat merealisasikan komitmen tersebut. Sebagai informasi, pendanaan iklim sebesar US$ 20 miliar tersebut akan salurkan lewat dua pihak.
Secara rinci, sebanyak US$ 10 miliar akan disalurkan melalui dana publik negara pendonor. Sementara itu, US$ 10 miliar akan disalurkan lewat lembaga keuangan dunia yang tergabung dalam Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Working Group.
Inisiasi program ini datang dari Amerika Serikat, Jepang, negara-negara G7, serta mitra Norwegia, Denmark dan Uni Eropa. Sektor publik dan swasta akan berkontribusi masing-masing 50% untuk menyediakan dana tersebut.
Dana tersebut dapat digunakan oleh Indonesia selama 3-5 tahun. Untuk menggunakan dana tersebut, RI akan membatasi emisi karbon kelistrikan sebesar 290 juta ton pada 2030.
Kementerian BUMN menyatakan pemisahan anak usaha PLN merupakan langkah transisi menuju energi baru dan terbarukan. Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan telah mendukung langkah tersebut.
Menurutnya, ada beberapa hal yang dibutuhkan PLN agar pembentukan sub-holding tersebut lancar, yakni perlakuan PLN terhadap Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan, dan Penggunaan Nilai Buku.
"Untuk pembentukan holding dan subholding PLN tidak ada halangan dari sisi perpajakan, bahkan kami mendukung langkah tersebut," kata Sri Mulyani.
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan pembentukan holding dan subholding tersebut merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan masyarakat. Pahala mengatakan jumlah subholding yang mendapatkan restu tersebut adalah empat unit.
Sebagai informasi, subholding yang dimaksud adalah PT PLN Energi Primer Indonesia atau EPI, PT Indonesia Comnets Plus atau ICP, PT PLN Nusantara Power atau PNP, dan PT PLN Indonesia Power atau PIP. Dalam hal ini, PLN akan bertindak sebagai induk holding dan fokus pada transisi energi.
PNP dan PIP adalah subholding yang berkecimpung adalah usaha pembangkitan tenaga listrik. Skema pemisahan kegiatan usaha PNP adalah adalah dengan pemilikan saham baru PLN senilai Rp 151,25 triliun oleh PNP, sedangkan PIP akan memiliki saham baru PLN senilai Rp 175,97 triliun.
Sementara itu, EPI adalah cucu usaha PLN yang memiliki usaha penyediaan dan logistik energi primer. Pembentukan subholding EPI dilakukan dengan menerbitkan akta pemasukan atau inbreng EPI. Hal tersebut dilakukan dengan menukarkan pemilikan saham PLN menjadi pemilikan saham baru senilai Rp 2,32 triliun oleh EPI.