ESDM: Pencampuran Bioetanol dengan Bensin akan Dilakukan pada Pertamax

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.
Petugas mengisi BBM jenis Pertamax di Pertashop (Pertamina Shop) Desa Mambalan, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Minggu (28/3/2021).
20/2/2023, 15.14 WIB

Pemerintah berencana untuk segera melakukan uji coba distribusi bahan bakar nabati (BBN) bioetanol 5% atau E5 sebagai campuran bensin pada pertengahan tahun ini. Kementerian ESDM mengungkapkan uji coba akan dilakukan dengan Pertamax.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa bioetanol bisa menjadi bahan campuran bagi seluruh bahan bakar jenis bensin seperti Pertalite, Pertamax hingga Pertamax Turbo.

Namun pemerintah mengerucutkan sasaran uji coba campuran bioetanol dengan Pertamax. Dadan mengatakan bahwa pencampuran dengan Pertamax lebih ekonomis dibandingkan dengan Pertalite. Pasalnya harga Pertamax dan bioetanol relatif sama, yakni di kisaran Rp 12.000-13.000 per liter.

Sehingga, implementasinya dinilai bisa menciptakan stabilitas harga yang lebih ekonomis saat kebijakan ini diterapkan secara luas. "Sekarang kami melihatnya ke Pertamax supaya implementasinya lebih cepat," kata Dadan saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (20/2).

Sedangkan, lanjut Dadan, pencampuran E5 pada Pertalite yang merupakan BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau BBM bersubsidi, berpotensi memunculkan selisih harga yang harus dibayarkan pemerintah.

Selisih ini timbul dari harga jual Pertalite yang berada di angka Rp 10 ribu per liter. "Kalau dicampur Pertalite nanti akan ada komponen harga tambahan yang harus dicari cara penyelesaiannya," kata Dadan.

Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa uji coba penyaluran perdana bioetanol E5 akan dilangsungkan di SPBU khusus di Surabaya. Pemilihan Kota Pahlawan dilatarbelakangi oleh lokasinya yang dekat dengan produsen bahan baku bioetanol di Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Malang.

Erick menjelaskan bahwa distribusi bioetanol membutuhkan proses logistik yang lebih kompleks daripada bahan bakar minyak atau BBM. Sifat bioetanol yang cepat busuk karena terbuat dari material tumbuh-tumbuhan mewajibkan penyalurannya harus dekat dan terjangkau dari lokasi pabrik.

"Bahan bakar ini tidak bisa terlalu jauh pom bensinnya atau lokasi pengisiannya karena itu bisa busuk," kata Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR pada Senin (13/2).

Dia menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan uji coba kebijakan intervensi bahan bakar ini bisa berjalan pada semester I tahun ini. "Uji cobanya nanti di Surabaya sekira 3 atau 4 bulan lagi," ujar Erick.

Adapun produksi bioetanol domestik berasal dari tiga pabrik. Diantaranya dua pabrik di wilayah Jawa Timur, yakni PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto dengan 30.000 kilo liter (kl), PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang dengan 10.000 kl, dan 3.600 kl dari PT Madu Baru di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Pemerintah sebelumnya pernah berencana untuk menerapkan E5 pada BBM Pertalite, namun program tersebut ditunda karena perubahan status Pertalite menjadi BBM bersubsidi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu