Komisi VII DPR mendorong pemerintah untuk memberikan insentif tambahan sebesar Rp 110 per liter kepada PT Pertamina sebagai badan usaha pelaksana mandatori biodiesel B35.
Tambahan stimulus itu dinilai perlu untuk meningkatkan kinerja pengolahan B35. Alasannya, fasilitas pengolahan biodiesel milik Pertamina masih tertahan untuk kualitas campuran B30.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, mengatakan bahwa pemberian insentif itu bisa dalam bentuk kompensasi yang diberikan pada waktu tertentu, seperti yang pernah diterapkan pada distribusi BBM Pertamax.
Eddy menambahkan, campuran biodiesel dari fatty acid methyl ester atau FAME minyak kelapa sawit 35% ke dalam komposisi BBM solar merupakan praktik campuran BBM yang kurang populer dan langka. Menurutnya, mayoritas negara di dunia masih menggunakan campuran 30% atau B30.
"Pertamina memang diberikan tugas itu dan kami sudah bisa hitung, beban tambahan biaya untuk Pertamina rasanya itu diperlukan. Tanggapan awal kami, tambahan insentif memang diperlukan," kata Eddy saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Kamis (16/3).
Program yang sudah berjalan sejak Februari 2023 itu berimplikasi pada peningkatan FAME sebesar 1,4 juta kiloliter (kl) yang harus diolah oleh Pertamina sebagai bahan campuran B35 hingga akhir tahun.
Peningkatan kapasitas itu berimplikasi pada kebutuhan Pertamina yang memerlukan tambahan infrastruktur berupa perluasan tempat penyimpanan dan pelebaran pipa.
"Kalau tidak dibantu pendanaannya dari pihak lain, maka itu akan menjadi beban Pertamina sepenuhnya. Apalagi Pertamina juga punya target untuk menghasilkan keuntungan bagi negara," ujar Eddy.
Lebih lanjut, kata Eddy, Komisi Energi bakal mengadakan pertemuan lanjutan dengan PT Pertamina untuk membahas pengajuan tambahan insentif tersebut. Forum tersebut akan diselenggarakan usai dua lembaga negara itu merampunkan pertemuan soal musibah kebakaran Depo Plumpang.
"Memang belum kami bahas lagi secara lebih mendalam, tapi ini akan kami bahas di kemudian hari," kata Eddy.
Sebelumnya, Pertamina mengajukan insentif tambahan sebesar Rp 110 per liter untuk pelaksanaan mandatori biodiesel B35. Tambahan insentif ini untuk menekan beban pembangunan infrastruktur tambahan seperti tempat penyimpanan hingga pipa. Insentif juga untuk menutup biaya pencampuran atau blending kilang.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan pihaknya belum mendapatkan insentif dari implementasi biosolar, terutama pada pelaksanaan program B30 dan B35. Insentif pada program biodiesel hanya diterima oleh para pengusaha FAME ketika terdapat selisih harga antara harga FAME dan solar.
Adapun selisih harga tersebut dilunasi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). "Pertamina membeli FAME itu seharga maksimum harga solar. "Kami perlu insentif baru karena yang eksisting kami belum mendapatkan apapun," kata Nicke.
Di sisi lain, Kementerian ESDM belum melihat urgensi penambahan insentif untuk implementasi biodiesel B35 sebesar Rp 110 per liter yang diminta Pertamina.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (migas), Tutuka Ariadji, menyampaikan bahwa Kementerian ESDM telah melakukan pemeriksaan fasilitas distribusi B35 dengan hasil yang positif. Fasilitas penunjang distribusi seperti pipa penyalur dinilai masih mumpuni untuk mendukung implementasi B35.
"Kami cek ke instalasi pengisian Pertamina itu bisa, sementara ini kami masih belum melihat permasalahan," kata Tutuka saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Selasa (14/2).