Organisasi masyarakat sipil mendorong transparansi terkait rencana pendanaan dan investasi program Just Energy Transition Partnership (JETP) yang kini sudah memiliki sekretariat.
Ahmad Ashov Birry, Direktur Program Trend Asia, mengatakan prinsip keadilan adalah hal paling fundamental dalam transisi energi. Proses ini harus berlandaskan prinsip akuntabilitas dan transparansi, perlindungan hak asasi manusia, keadilan ekologis dan ekonomi, serta upaya transformatif.
“Bukan sekadar transisi teknologi tetapi harus mendorong transformasi pembangunan ekonomi dari ekonomi ekstraktif dan sentralistik ke ekonomi yang regeneratif dan demokratis,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (4/3).
Ashov menitikberatkan upaya transisi ke empat langkah strategis. Pertama, percepatan pensiun dini PLTU. Kedua, meninggalkan solusi palsu transisi energi. Ketiga, reformasi PLN dan kebijakan publik. Keempat, melibatkan publik untuk merancang transisi energi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan PIKUL Indonesia Torry Kuswardono mengatakan transisi energi tidak hanya berpatokan pada target penurunan emisi semata. Ia mencontohkan pemerintah perlu melakukan asesmen kebijakan kendaraan listrik untuk mengukur dampak pertambangan nikel bagi masyarakat sekitar.
"Jangan sampai ada pihak-pihak yang dirugikan dalam bertransisi dan berujung pada ketidakadilan,“ tuturnya.
Terhadap target energi terbarukan, untuk transisi energi, Tommy Pratama, Direktur Eksekutif Traction Energy Asia berpandangan, angka 23% untuk dicapai di 2025 kurang realistis. Pasalnya, pemerintah masih bertumpu pada sektor bioenergi yaitu biofuel atau bahan bakar nabati dan biomassa yang digunakan PLTU co-firing dengan batu bara.
Padahal menurut Tommy, biofuel dan biomassa justru bisa menghasilkan emisi yang lebih tinggi dari energi fosil jika dilihat dari rantai produksi secara keseluruhan. “Yang dibutuhkan saat ini adalah diversifikasi energi rendah karbon seperti solar panel, tenaga angin, micro hydro, dan arus laut,” katanya.
Tommy menambahkan bahwa bioenergi atau biomassa sifatnya hanya sementara. “Biodiesel saat ini rentan untuk mempertajam kompetisi antara sawit untuk pangan atau energi,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah telah membuka sekretariat JETP di Kantor Kementerian ESDM Jakarta pada Kamis (16/2). Sekretariat ini akan menjadi kantor bagi para pemangku kebijakan untuk mengatur pengelolaan pendanaan transisi energi senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang disepakati pada ajang G20 November tahun lalu.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan sekretariat itu akan menjadi ruang diskusi pembentukan rencana investasi menuju nol emisi bersih 2060 atau lebih cepat. Pemerintah sudah menentukan arah alokasi pendanaan JETP, yakni untuk program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara hingga pembangunan infrastruktur pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Adapun sumber pendanaan JETP digawangi oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, beberapa negara G7 plus Denmark, Norwegia, dan Uni Eropa. Dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk hibah, pinjaman lunak, dan pinjaman komersial.