Hari masih pagi, pukul 8 waktu Singapura, Kamis 22 Juni 2023. Langit biru, cerah, nyaris tanpa awan, ketika Katadata.co.id berkesempatan mengunjungi lokasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung, Tengeh Floating Solar Farm, difasilitasi oleh Asian Research Engagement (ARE).
PLTS terapung Tengeh dioperasikan oleh Sembcorp Industries, salah satu perusahaan di bawah payung Temasek Holdings, BUMN-nya Singapura. PLTS terapung ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia, dengan total kapasitas 60 megawatt peak (MWp).
Kondisi cuaca pagi itu yang nyaris tanpa awan, merupakan kondisi yang sempurna untuk pembangkitan listrik yang mengandalkan sinar matahari tersebut. Apalagi saat ini pertengahan bulan Juni yang merupakan puncak musim kemarau di wilayah Asia Tenggara.
Meski begitu, hujan sesekali turun, membuat output atau produksi listrik tidak optimal. Dan benar saja, beberapa jam setelah kunjungan berakhir, langit Singapura mulai muram dan sedikit turun hujan.
Ketika awan mendung datang dan hujan turun, dapat dipastikan operator di site PLTS bermuka masam. Intermitensi memang menjadi salah satu tantangan dari pembangkit listrik energi terbarukan. Dalam kondisi cuaca cerah sekalipun, produksi listrik baru mencapai kapasitas penuhnya sekitar pukul 11.00 hingga pukul 14.00.
PLTS terapung Tengeh, nama tersebut lantaran lokasinya yang berada di reservoir atau danau buatan Tengeh. Dengan kapasitas 60 MWp, fasilitas ini dapat menghasilkan listrik yang cukup untuk menyuplai energi 16.000 rumah empat kamar standar Singapura Housing Board, dan mengurangi 577 ribu ton emisi karbon (CO2) per tahun.
Meski begitu, listrik yang dihasilkan PLTS ini tidak dijual untuk konsumsi rumah tangga melainkan diserap seluruhnya untuk fasilitas pemurnian air (water treatment) Singapura, untuk kebutuhan air minum.
Sebelum menuju ke lokasi reservoir, pertama-tama kami harus melalui gedung pusat kendali operasional PLTS, yang memonitor seluruh aktivitas di fasilitas tersebut, mulai dari kapasitas pembangkitan, paparan ultraviolet dari matahari, kondisi cuaca terkini, dan prakiraan cuaca sepekan ke depan.
Usai penjelasan singkat terkait fasilitas ini dan safety briefing dari Sembcorp, kami menuju ke lokasi reservoir tepat di belakang gedung tersebut, di mana telah siap sebuah kapal bertenaga listrik yang akan mengantarkan kami melihat lebih dekat panel surya di tengah reservoir.
Penggunaan kapal listrik ini sebagai bentuk totalitas Sembcorp untuk menjalankan bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kapal listrik ini juga digunakan untuk melakukan inspeksi atau pemeriksaan kondisi panel surya.
Sebelum proyek ini dimulai pada 2017 juga sudah melalui studi panjang oleh otoritas terkait untuk memastikan keberadaan PLTS tidak mengganggu kehidupan liar di sana dan merusak kualitas air reservoir.
Dari lokasi tersebut terlihat checkpoint atau pos pemeriksaan imigrasi Tuas, yang pagi itu aktivitasnya sudah cukup sibuk dengan banyak kendaraan menyeberangi selat Johor yang memisahkan Malaysia dan Singapura, melalui jembatan sepanjang sekitar 2 kilometer (km).
Alam di sekitar reservoir masih asri dan hijau meski di dekat lokasi itu juga ada proyek infrastruktur yang masih berjalan. Sembcorp menjaga betul lingkungan hidup di sekitar reservoir, bahkan sampai mengetahui dengan pasti populasi hewan liar di sana.
Beberapa spesies hewan seperti grey heron atau bangau abu-abu, berang berang, hingga berbagai jenis reptil hidup di kawasan tersebut. Kawanan bangau sering terlihat hinggap di panel surya.
“Setiap bulan ada kontraktor pihak ketiga yang melakukan inspeksi, memeriksa kehidupan hewan liar. Ada juga 7 kamera pengawas. Itulah mengapa kami tahu ada 14 ekor berang-berang, ada satu ekor yang penyendiri sedangkan lainnya sering terlihat berkelompok yang sering muncul di jetty,” kata seorang pekerja Sembcorp.
Sayangnya, hari itu tidak ada satu pun berang-berang yang terlihat. Hanya bangau yang sedang bertengger di atas panel surya.
Di dekat reservoir juga ada pulau yang menurut seorang operator sering digunakan oleh militer Singapura untuk berlatih perang. Sehingga ketika latihan berlangsung, terdengar suara letusan tembakan atau ledakan. Namun hari itu sunyi.
Di atas kapal, kami dapat melihat lebih dekat hamparan 122 ribu panel surya yang dikelompokkan menjadi 10 “pulau” di permukaan danau buatan seluas 45 hektare (ha), atau seluas 45 lapangan sepakbola. Panel-panel surya tersebut mengapung dengan kemiringan 5 derajat di atas reservoir sedalam 6 meter.
Seorang operator PLTS mengatakan kemiringan tersebut bertujuan untuk pendinginan yang lebih optimal, serta untuk pembersihan otomatis ketika hujan turun atau dari embun yang terkumpul di pagi hari. Panel surya yang kotor membuat pembangkitan listrik tidak optimal.
Dengan desain sedemikian rupa, fasilitas ini relatif tidak membutuhkan perawatan besar. Inspeksi pun hanya dilakukan setahun sekali atau ketika ada masalah pada panel surya. Meski masalah tersebut juga belum pernah terjadi sejak operasional PLTS ini diresmikan pada Juni 2021.
Namun salah satu faktor kritis yang sangat diperhatikan demi kelancaran operasional bukanlah kondisi panel surya yang kotor atau instalasi lainnya, melainkan integritas kabel. Pasalnya setiap panel surya terhubung kabel di atas permukaan air yang terus bergerak.
Kapal yang kami gunakan ketika itu pun sebenarnya cukup membuat gelombang yang mengganggu "ketenangan" panel-panel surya di sekitarnya. Kami pun hanya mengelilingi satu pulau saja yang paling dekat.
Terkait integritas kabel, jika kabel diikat terlalu kencang, ada risiko putus karena pergerakan permukaan air atau angin kencang membuat “pulau” panel surya tersebut bergoyang. Jika terlalu longgar, kabel dapat lepas dan menyentuh air yang kemudian berisiko digigit ikan atau berang-berang.
“Jika kabelnya terlalu longgar dan menyentuh air, dan kabel itu terkelupas, sementara kabel masih ada arus listriknya, maka bisa terjadi kebakaran,” kata seorang karyawan Sembcorp lainnya. Selain itu, penggantian kabel yang rusak akan sangat sulit mengingat luasnya area PLTS.
Adapun setiap pulau “diikat” dengan jangkar berupa balok beton seberat 7 ton yang berfungsi menjaga kestabilan pulau panel surya. Kedalaman air reservoir yang hanya 6 meter menjadi faktor penentu utama kestabilan permukaan air, bahkan di saat cuaca buruk dan angin kencang.
Kedalaman air yang dangkal tersebut juga membuat biaya konstruksi lebih murah. Sebab semakin dalam, maka konstruksi PLTS terapung akan semakin rumit untuk menjaga agar panel surya tidak banyak bergerak.
Masing-masing pulau memiliki combiner box yang mengumpulkan arus listrik langsung (direct current/DC) dari panel surya yang kemudian disalurkan ke central inverters yang mengubah arus DC dari menjadi arus bolak-balik (alternating current/AC), yang kemudian terhubung ke jaringan listrik nasional (national power grid).
Combiner box juga berfungsi mengirimkan data ke pusat kendali operasional PLTS yang memonitor produksi listrik secara real time. Ada juga safety camera atau kamera pemantau secara live kondisi di lokasi.
Pekerja, insinyur dan teknisi, juga dapat memantau operasi melalui aplikasi mobile, sehingga memungkinkan pemeliharaan dan pemecahan masalah yang cepat dan tepat waktu, menjadikan operasi lebih kuat dan andal.
Usai melihat langsung panel surya di reservoir, berikutnya kami berkesempatan menengok ruang kontrol di mana operator PLTS memantau kondisi pembangkitan listrik, hingga memantau kondisi cuaca mulai dari suhu udara, paparan ultraviolet, dan angin.
Berdasarkan informasi di ruang kendali ini, hari itu hampir seluruh panel surya bekerja pada pembangkitan listrik kapasitas penuhnya berkat cuaca yang mendukung dan matahari mulai ke titik tertingginya di langit. Di monitor tampak bahwa PLTS terbagi menjadi empat blok, dengan kapasitas pembangkitan listrik satu blok 8,7-9,2 MW.
Jika kapasitas pembangkitan dalam kondisi optimum, blok tersebut akan menunjukkan warna hijau di monitor. Ketika itu satu blok menunjukkan warna kuning, dengan kapasitas pembangkitan listrik hanya 6,9 MW, jauh di bawah tiga blok lainnya.
Adapun PLTS terapung Tengeh merupakan yang terbesar keempat di dunia hingga akhir 2022. Tiga PLTS terapung terbesar di dunia semuanya ada di Cina, yakni Dezhou Dingzhuang Floating Solar Farm berkapasitas 320 MWp, Three Gorges New Energy Floating Solar Farm 150 MWp, dan CECEP Floating Solar Farm 70 MWp.
Selain PLTS terapung, Sembcorp juga menyediakan jasa pemasangan PLTS atap untuk kawasan residensial yang terhubung juga dengan jaringan listrik nasional Singapura. Di sana berlaku sistem ekspor impor listrik.
Ketika produksi listrik dari PLTS atap tak terserap konsumen maka akan diekspor ke jaringan listrik nasional, sebaliknya jika produksi listrik tidak mencukupi karena berbagai faktor, konsumen akan menggunakan listrik dari perusahaan penyedia listrik.
Mengutip informasi dari laman sembcorpenergy.com.sg, Sembcorp memiliki portofolio energi seimbang sebesar 18,5 GW, dengan kapasitas energi terbarukan bruto sebesar 11 GW atau hampir 60%, yang terdiri dari pembangkit surya, angin, dan penyimpanan energi secara global.
Kapasitas terpasang PLTS Sembcorp total mencapai 3.885 MW yang tersebar di Cina, India, Oman, Singapura, Vietnam, dan juga Indonesia. Untuk pembangkit listrik tenaga bayu atau angin, total kapasitas mencapai 5.677 MW di Cina dan India. Saat ini Sembcorp tengah terlibat dalam proyek PLTS atap berkapasitas 3 MW di Indonesia.
Untuk pasar Indonesia, Sembcorp telah masuk sejak 1995, dengan mengoperasikan instalasi pengolahan air di Batam untuk air minum dengan durasi 25 tahun.
Sejak 2001 Sembcorp telah mengimpor gas alam dari Natuna Barat sebagai pemasok terbesar untuk Singapura. Perusahaan yang terdaftar di Singapore Exchange ini juga terlibat dalam tiga proyek kawasan Industri di Indonesia, salah satunya Kawasan Industri Kendal.