Pengusaha SPKLU Minta Tarif Isi Baterai Kendaraan Listrik Dinaikkan
Asosiasi Pengusaha Pengisian Kendaraan Listrik Indonesia (APPKLI) meminta agar pemerintah menaikkan tarif listrik untuk stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) menjadi Rp 4.000-5.000 per kilowatt hour (kWh) dari saat ini Rp 2.466 per kWh.
Dewan Penasihat APPKLI, Abdul Rahman Elly, menganggap tarif jual listrik pengisian SPKLU saat ini masih belum optimal. Hal itu karena pelaku usaha harus menunggu hingga enam tahun untuk mendapatkan balik modal dari investasi pembangunan SPKLU fast charging maupun ultrafast charging.
Hitungan tersebut sudah memasukan insentif biaya layanan paling banyak Rp 25.000 untuk SPKLU fast charging dan SPKLU ultrafast charging paling banyak Rp 57.000 untuk satu kali pengisian.
Adapun biaya investasi pengadaan SPKLU fast charging senilai Rp 300-600 juta per unit dan Rp 700 juta-1 miliar untuk satu unit SPKLU ultrafast charging. Dengan tarif jual listrik Rp 2.467 per kWh, kata Rahman, pelaku usaha saat ini hanya mendulang untung sekira Rp 865 per Kwh dari penjualan listrik SPKLU ke pelanggan.
"Kami beli listrik dari PLN Rp 1.600 per Kwh, ya jadi selisihnya minim, tarif Rp 2.466 per kWh itu masih terlalu murah," kata Rahmad kepada Katadata.co.id, Selasa (1/8).
Rahman menjelaskan, jika pelaku usaha diberi kewenangan untuk menjual tarif listrik SPKLU hingga Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kWh, maka potensi balik modal hanya butuh waktu paling lama empat tahun.
"Sehingga kami punya arus kas lebih cair, namanya orang investasi kan paling tidak tiga sampai lima tahun bisa balik modal. Kalau di atas lima tahun itu sulit geraknya," ujar Rahman.
Meski begitu, Rahman meyakini pengubahan tarif relatif sulit diwujudkan. Alasannya, pengubahan tarif jual listrik SPKLU harus melalui serangkaian pembahasan di badan legislatif. "Pengubahan tarif itu ranahnya bukan di Kementerian ESDM maupun PLN, tapi itu di DPR," kata Rahman.
Di sisi lain, dia juga mengapresiasi pemerintah yang telah menerbitkan tambahan biaya layanan yang tertulis di dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 182 Tahun 2023 tentang Biaya Layanan Pengisian Listrik pada SPKLU.
Regulasi yang ditetapkan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 17 Juli 2023 itu mewajibkan pengguna kendaraan listrik harus membayar ongkos tambahan di luar biaya pengecasan Rp 2.466 per kWh.
Kendati demikian, ongkos tambahan itu hanya berlaku bagi SPKLU dengan teknologi fast charging dan ultrafast charging. Tipe SPKLU dengan mode pengisian slow charging dan medium charging tak masuk dalam kriteria insentif biaya layanan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Parada Hutajulu, mengatakan biaya layanan tersebut merupakan insentif bagi badan usaha SPKLU untuk terus mengembangkan dan memperbanyak SPKLU fast charging dan ultrafast charging.
Dia berharap stimulus itu bisa memudahkan pemilik Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dalam melakukan pengisian listrik sekaligus mendukung pengembangan ekosistem KBLBB.
"Biaya layanan ini bersifat ceiling atau batasan maksimum dan dikenakan untuk setiap satu kali charging," kata Jisman dalam acara Sosialisasi Tarif dan Biaya Layanan Untuk Percepatan Pengembangan Charging Station di Jakarta, Senin, (31/07).
Hingga Juli 2023, jumlah SPKLU yang sudah beroperasi mencapai 842 unit, sementara SPBKLU 1.346 unit. Sebanyak 616 SPKLU di antaranya dikembangkan oleh PLN.