Lembaga survei The Centre For Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics menilai aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menghambat investor untuk berinvestasi di sektor energi baru terbarukan (EBT).
Hal ini lantaran masih tingginya tarif atau harga energi terbarukan dibandingkan energi fosil, sehingga persyaratan TKDN berpotensi menghambat penambahan kapasitas energi bersih tersebut di Indonesia.
“Selama ini yang banyak dikeluhkan oleh para investor energi terbarukan adalah tarif atau harga energi terbarukan yang tidak kompetitif bagi perkembangan industri EBT, serta persyaratan TKDN yang terlalu memberatkan para investor,” ujar Peneliti Ekonomi CSIS Indonesia, Novia Xu, dalam media briefing, di Jakarta, Selasa (22/8).
Untuk itu, Novia meminta kepada pemerintah untuk lebih realistis terkait persyaratan atau aturan TKDN. Artinya, pemerintah juga harus mengembangkan rantai pasok jika ingin mempunyai tingkat TKDN yang tinggi.
Disisi lain, Novia mengatakan pemerintah saat ini tengah mengembangkan proyek-proyek transisi energi dalam skema pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP).
Menurut dia proyek-proyek tersebut dapat ditawarkan untuk mendapatkan pembiayaan komersial dari bank-bank yang terlibat dalam JETP Indonesia, yaitu Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Dia mengatakan, untuk dapat menarik bank-bank internasional tersebut agar masuk dan berinvestasi di proyek-proyek transisi energi, diperlukan iklim investasi yang mendukung, terutama iklim investasi di sektor energi, khususnya di ketenagalistrikan.
“Hal ini tentu memerlukan reformasi kebijakan dan peraturan agar sektor energi terbarukan menarik untuk investasi. Maka, yang tadi saya bilang aturan TKDN harus lebih realistis,” kata Novia.
Oleh sebab itu, Novia mengatakan agar menarik pembiayaan dari bank-bank komersial internasional tersebut, proyek-proyek transisi energi di Indonesia harus menjanjikan timbal balik yang memadai, dan memberikan kepastian bahwa proyek ini akan berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan.
“Sehingga memang mempersiapkan proyek-proyek transisi energi yang baik, yang menjanjikan, dan menstrukturkannya menjadi proyek yang layak feasible dan bankable adalah tantangan tersendiri,” kata dia.
Menteri ESDM Minta TKDN Dilonggarkan
Selaras dengan hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyarankan aturan TKDN dilonggarkan demi mempercepat pengembangan pembangkit energi terbarukan di dalam negeri.
Arifin mengatakan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan harus terus berjalan, meski perlu menekan penggunaan barang atau jasa domestik.
Menurut dia, pelonggaran aturan TKDN bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan investor luar negeri yang membutuhkan pengadaan barang atau jasa sesuai pedoman pengadaan lembaga keuangan internasional selaku pemberi kredit.
"Memang harus ada pengecualian supaya program percepatan bauran energi terbarukan dan target emisi bisa berjalan. Kalau memang tidak ada, apa proyeknya harus mandek? Kan tidak," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (11/8).