Pertamina Tingkatkan Kapasitas PLTP hingga 157% pada 2028

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Pekerja mengisolasi "upstream" dan "downstream control valve rock muffler" pada pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Karaha, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (25/2/2020). PGE melakukan pemeliharan rutin untuk meningkatkan performa kinerja PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 megawatt, dengan melibatkan pekerja organik PGE dan masyarakat sekitar sebagai bentuk pembinaan Community Development.
6/9/2023, 12.33 WIB

Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan Pertamina akan meningkatkan alokasi belanja modal untuk menambah kemampuan produksi energi baru terbarukan. Emma mengakui mayoritas atau lebih dari 95% pendapatan Pertamina saat ini masih berasal dari produksi bahan bakar fosil.

Emma menyampaikan Pertamina kini telah memiliki anak usaha khusus produksi EBT. Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan pada 2020.

"Saat ini, energi terbarukan kami datang dari panas bumi dan masih kecil. Jadi, saya pikir dalam lima tahun ke depan kami akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sangat signifikan," kata Emma dalam ASEAN Indo Pacific Forum 2023, Rabu (6/9).

Emma mencatat energi yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi Pertamina kini hanya sekitar 700 megawatt. Sementara itu, Emma menilai kapasitas fasilitas produksi energi tersebut dapat ditingkatkan hingga 1,8 gigawatt atau naik 157%.

Dia mengatakan, ada dua strategi yang akan diterapkan Pertamina terkait energi transisi tersebut. Pertama, dekarbonisasi proses bisnis eksisting.

Emma menjelaskan, dekarbonisasi tersebut dibutuhkan agar Pertamina dapat beroperasi dengan model operasi yang lebih hijau.Namun demikian, proses dekarbonisasi tersebut tidak boleh mengganggu ketahanan energi nasional.

Kedua, pembangunan lapangan usaha karbon rendah. Emma menyampaikan bentuk usaha hijau yang akan dilakukan Pertamina adalah amonia hijau dan hidrogen hijau. Menurutnya, produksi kedua komoditas tersebut akan dilakukan secara bersamaan.

"Kami harus lebih fokus pada berinvestasi pada energi. Oleh karena itu, kami telah memasukkan rencana tersebut untuk dilakukan tahun depan," katanya.

Untuk diketahui, PT Pertamina Power & New Renewable Energy (NRE) telah menyiapkan alokasi pendanaan sebesar US$ 10 miliar atau sekira Rp 148,8 triliun untuk studi kelayakan produksi energi bersih amonia hijau.

Studi kelayakan yang ditargetkan selesai pada 2024 itu menggandeng dua perusahaan energi asal Jepang. Proyek studi kelayakan tersebut akan berlanjut ke tahap penjualan ekspor ke Jepang pada 2028-2029.

Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina NRE, Fadli Rahman, menjelaskan studi kelayakan yang berlangsung saat ini masuk dalam proses pencarian sumber daya amonia hijau dari wilayah kerja panas bumi (WKP) di wilayah Sulawesi Utara.

WKP tersebut di antaranya yakni WKP Lahendong, WKP Tompaso, dan WKP Kotamobagu yang mampu menghasilkan listrik dari potensi panas bumi sebesar 865 megawatt (MW).

Fadli menambahkan, kapasitas produksi amonia hijau domestik diperkirakan sejumlah 1 juta ton per tahun. Angka ini relatif kecil jika dibandingkan kebutuhan amonia hijau Jepang yang menyentuh 30 juta ton per tahun.

“Kapasitas Pertamina masih kecil, mungkin cuma 1 juta ton per tahun. Jadi masih kecil dibandingkan kebutuhan di Jepang,” kata Fadli dalam Green Economic Forum CNBC di Hotel Kempinski Jakarta pada Senin (22/5).


Reporter: Andi M. Arief