Terik matahari sangat terasa dan menyentuh seluruh permukaan kulit, karena minimnya pepohonan di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah (TPAS) Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur. Sepanjang mata memandang terdapat lautan sampah yang menggunung tinggi di TPAS yang beroperasi sejak 2002.
Terlihat juga tumpukan sampah yang menjulang tinggi dan sedang dikeruk menggunakan ekskavator. Pengerukan sampah tersebut menjadi pemandangan sehari-hari di TPAS Manggar yang masih menggunakan metode sanitary landfill.
Sepintas, memang tidak ada yang istimewa dan terlihat seperti TPAS pada umumnya. Namun, nyatanya TPAS ini bisa memanfaatkan sampah-sampah tersebut dan menyulapnya menjadi biogas yang bisa digunakan oleh warga sekitar.
Adapun gas yang digunakan oleh warga sekitar tersebut berasal dari pemanfaatan sampah organik yang diolah menjadi gas metana. Sejak 2018 hingga saat ini program tersebut di TPAS Manggar mendapatkan dukungan CSR dari Pertamina Hulu Mahakam.
Salah satu warga sekitar sekaligus pengelola TPAS Manggar, Suyono, mengatakan dengan adanya program sampah yang diubah menjadi gas masak tersebut, dia setiap bulannya bisa hemat karena hanya mengeluarkan Rp 10.000 setiap bulannya. Yang biasanya harus mengeluarkan sebesar Rp 40.000 jika membeli gas tabung LPG.
“Saya jadi bisa hemat hingga Rp 30.000, jadi uang itu bisa digunakan untuk keperluan lainnya. Tadinya setiap bulan saya keluarkan uang Rp 40.000 buat beli gas LPG,” ujar Suyono saat ditemui Katadata.co.id, di TPAS Manggar, Balikpapan, Rabu (6/9).
Sejarah Program Biogas
Suyono bercerita, awalnya pada 2014 dia memiliki impian agar warga sekitar bisa menikmati biogas sehingga tidak perlu membeli LPG untuk kebutuhan memasak. Sejak saat itu, dia akhirnya memutuskan untuk mencari tahu dan belajar dari beragam buku terkait pemanfaatan sampah organik yang bisa menghasilkan biogas.
“Kadang saya juga keliling TPAS untuk melihat potensi yang ada. Dan Alhamdulillah, ternyata biogas metana dari sampah-sampah itu bisa dialirkan ke rumah-rumah warga,” kata dia.
Kemudian, Suyono akhirnya memutuskan untuk merembukan ide cemerlangnya itu kepada otoritas terkait dan warga sekitar, serta beberapa ketua rukun tetangga lainnya.
Dengan tekad yang kuat, dia memberanikan diri menghadap Pertamina Hulu Mahakam (PHM) untuk meminta bantuan pipa paralon. Adapun pia-pipa tersebut nantinya untuk menyalurkan gas dari TPAS ke rumah-rumah warga.
Setelah itu, Inspeksi PHM berkunjung langsung ke TPAS dan melihat bahwa memang terdapat produksi gas metana yang cukup besar. Bahkan, gas tersebut lebih banyak dibandingkan kebutuhan warga di sekitar TPAS. Proyek menangkap gas metana itu akhirnya dilakukan.
Suyono menyebutkan, PHM setidaknya memberikan sekitar 300 pipa dengan berbagai macam ukuran. Mulai dari pipa yang dipasang secara vertikal ke dalam tumpukan sampah, hingga pipa yang dipasang secara horizontal untuk mengalirkan gas tersebut ke rumah-rumah warga.
Dia menjelaskan, untuk distribusi gas metana ke rumah-rumah warga tidak menggunakan mesin, hanya menggunakan pipa yang dihubungkan ke pembagi aliran gas dan separator yang berfungsi mengurangi kadar air dalam gas. "Dulu aliran biogas tak seperti sekarang 24 jam. Dulu itu tersendat-sendat," kata dia.
Suyono mengatakan, program tersebut bisa berjalan dengan baik hingga saat ini berkat kerja sama yang dilakukan dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Balikpapan, dan warga sekitar. Akhirnya, sejak 2018 pipa paralon terus bertambah, lantaran banyak warga yang berminat untuk menggunakan gas yang berasal dari sampah tersebut.
“Awalnya itu hanya satu rukun tetangga atau RT, kemudian bertambah lebih banyak lagi yang ikutan program ini,” ujarnya.
Dia menyebutkan, pada 2019 penerima manfaat biogas tersebut meningkat menjadi sebanyak 75 rumah. Kemudian, penerimanya terus bertambah, dan saat ini tercatat ada 305 kepala keluarga yang memanfaatkan gas metana dari TPAS Manggar.
Suyono berharap, semua warga Balikpapan bisa menikmati manfaat yang dihasilkan dari biogas untuk keperluan rumah, seperti memasak dan sebagainya. Menurut dia, pemakaian gas metana yang tersambung ke rumah warga jauh lebih mudah dan efisien.
"Karena gas selalu tersedia. Kemudian nyaman juga, soalnya nyala apinya juga lebih besar, dan lebih murah juga dibanding beli gas LPG, " kata dia.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) TPAS Manggar, Muhammad Hariyanto menjelaskan proses penangkapan gas metana dilakukan dengan menangkap gas yang mengalir melalui pipa ventilasi gas di zona penimbunan sampah (pipa vertikal), kemudian dialirkan ke rumah-rumah warga dengan menggunakan pipa horizontal dan dilengkapi dengan gas separator sederhana.
Dia mengatakan, TPAS tersebut pada zona 1 memiliki luas lahan sekitar 4,5 hektar. Kemudian, karena banyak sampah yang masuk, akhirnya pihaknya membangun zona-zona baru, “Sekarang ada 7 zona baru. Zona 1-5 sudah penuh,” kata dia.
Dia menuturkan, untuk konsep pengelolaan sampah di TPAS Manggar, setelah sampahnya penuh, akan ditimbun dengan tanah sehingga bisa menghasilkan biogas dengan normal. Selain itu, tumbuhan sampah tersebut juga tidak berbau.
“Kapasitas sampahnya sekarang 5-10 ton per bulan. Mudah-mudahan seiring berjalan nya waktu, kita bisa meningkatkan kapasitas tersebut,” ujarnya.
Disebut Jokowi TPAS Terbaik di Indonesia
TPAS Manggar diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu 18 Desember 2019. Ia menyebut TPAS tersebut merupakan yang terbaik di Indonesia dan ingin agar calon ibu kota baru nanti memiliki tempat pengolahan sampah dengan sistem serupa.
TPAS Manggar memiliki kapasitas penampungan sampah hingga 420 ton per hari. TPAS ini juga memiliki teknologi sanitary landfill yang mampu menghancurkan sampah dan mengubah airnya menjadi gas metana
Menurut Jokowi, TPA Manggar merupakan yang terbaik di Indonesia karena ramah lingkungan dan tidak berbau. Selain itu, anggaran pembangunannya pun cukup murah. “Saya lihat juga tidak memakan biaya yang begitu banyak, Rp 160 miliar,” kata Jokowi.
Saat ini terdapat 10 daerah yang memproses sampah lewat pembakaran dan insinerator untuk membuatnya menjadi energi listrik. Namun, belum ada yang proses pengolahan sampahnya sebaik TPAS Manggar. “Saya lihat sampai sekarang belum ada yang selesai dan dalam kondisi yang baik,” kata dia
Jokowi berharap ibu kota baru nantinya akan memiliki TPA dengan sistem yang serupa, yakni insinerator. “Banyak TPA yang pemprosesan beda-beda,” kata Jokowi.