Dana Just Energy Transition Partnership (JETP) dinilai tidak akan cukup untuk menjalankan program pensiun dini PLTU. Pemerintah diminta mencari sumber pembiayaan lain untuk menjalankan program tersebut.
Analisis Energi Institute of Energy Ecomics and Financial Analysis Putra Adhiguna mengatakan pemerintah sebaiknya tidak mengandalkan dana JETP karena hanya sebesar US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 310 triliun. Selain itu, realisasi pendanaan tersebut belum jelas kepastiannya hingga saat ini.
“Untuk pendanaan dari luar saja tidak akan pernah cukup, sehingga Indonesia harus juga berani mengambil porsi bagian pendanaan dari berbagai sumber daya yang ada saat ini untuk tetap relevan di masa depan,” ujar Putra kepada Katadata.co.id, dikutip Jumat (6/10).
Pemerintah tengah berupaya menjalankan program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara untuk mengurangi emisi karbon sekaligus mengakselerasi transisi energi. Indonesia memiliki target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Putra mengatakan, sejatinya tidak banyak opsi alternatif yang bisa dilakukan untuk menutup PLTU batu bara lebih cepat. Apalagi skala PLTU di Indonesia dan Asia sangat masif.
Dia mengatakan, pemerintah bisa mendorong penghimpunan dana dari lembaga keuangan dalam negeri dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membantu membiayai program pensiun dini PLTU batu bara.
Estimasi Dana Pensiun Dini PLTU
Estimasi pendanaan untuk pensiun dini PLTU mencapai US$ 27,5 miliar atau Rp 422 triliun hingga 2050, merujuk pada kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama University of Maryland, Amerika Serikat (AS) bertajuk Assessing the Retirement Plan and Financial Need for Accelerated and Just Coal Power Phaseout in Indonesia,
Laporan tersebut juga mencatat ada 12 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan total kapasitas 4,5 gigawatt (GW) yang layak menjadi sasaran pensiun dini dalam kurun waktu 2022 sampai 2023.
Adapun 12 PLTU tersebut mayoritas terletak di Pulau Jawa dan sisanya di Sumatera dan Kalimantan. Berikut daftar PLTU layak phase out atau pemberhentian secara bertahap versi IESR:
A. PLTU Jawa
1. PLTU Suralaya Banten 1.600 megawatt (MW)
2. PLTU Merak Banten 120 MW
3. PLTU Cilacap Jawa Tengah 600 MW
4. PLTU PLN Paiton Jawa Timur 800 MW
5. PLTU Babelan Cikarang Jawa Barat 280 MW
B. PLTU Sumatera
1. PLTU Bangka Baru Bangka Blitung 60 MW
2. PLTU Tarahan Lampung 100 MW
3. PLTU Ombilin Sumatera Barat 280 MW
4. PLTU Bukit Asam Muara Enim Sumatera Selatan 260 MW
C. PLTU Kalimantan
1. PLTU Asam-asam Kalimantan Selatan 260 MW
2. PLTU Tabalong Kalimantan Selatan 200 MW
3. PLTU Tabalong Wisesa Kalimantan Selatan 60 MW.
Sementara menurut lembaga think tank TransitionZero, Indonesia membutuhkan dana hingga US$ 37 miliar atau setara Rp 568 triliun dengan kurs saat ini, untuk pensiun dini 118 PLTU batu bara.
Menurut analisis lembaga ini, ada beberapa PLTU yang sudah layak dipensiunkan, di antaranya PLTU Asam-Asam di Kalimantan Selatan, PLTU Paiton di Jawa Timur, dan PLTU Banten Suralaya di Banten.