Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata pada awal November 2023 akan menambah pencapaian bauran energi baru terbarukan (EBT) meski tidak signifikan. PLTS Terapung Cirata yang diklaim sebagai PLTS terapung terbesar di Indonesia ini memiliki kapasitas sebesar 145 Megawatt (MW) atau setara dengan 192 megawatt peak (MWp).
“Dengan 145 MW mungkin menambah bauran EBT sekitar nol koma sekian persen. Ini masih dihitung,” ujar Yudo Dwinanda Priaadi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM di sela-sela acara UOB Gateway to ASEAN Conference 2023 di Jakarta, Rabu (11/10).
Saat ini, bauran EBT di Indonesia sudah mencapai 12,8% dari target sebesar 23% pada 2025. Untuk itu, pemerintah terus menggenjot pertumbuhan bauran EBT agar bisa mencapai target tersebut.
Yudo mengatakan beroperasinya PLTS Terapung Cirata akan menjadi batu loncatan (milestone) untuk terciptanya ladang investasi di sektor tenaga surya. “Insya Allah PLTS Terapung Cirata itu akan jadi showcase yang luar biasa, soalnya kita dapat memaksimalkan solar panel 145 Megawatt itu di Pulau Jawa,” kata dia.
Profil PLTS Terapung Cirata
PLTS Terapung Cirata merupakan proyek dari perusahaan patungan antara PLN dan perusahaan asal Uni Emirat Arab, Masdar. Investasi di pembangkit ini mencapai US$ 129 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun. PLTS Terapung Cirata ini akan menjadi PLTS Terapung terbesar di Indonesia dengan kapasitas pembangkit 145 MW.
Tak hanya itu, PLTS Terapung Cirata ini memecahkan rekor pembangkit bertenaga surya terbesar di ASEAN setelah PLTS di Filipina, Cadiz Solar Powerplant yang memiliki kapasitas 132,5 MW.
PLTS Terapung Cirata memiliki harga listrik sebesar 5,8 sen dolar per kilowatt jam (kWh). Dengan memanfaatkan lahan apung seluas 250 hektare (ha) atau 3% dari total luas permukaan waduk, PLTS Cirata diprediksi menghasilkan energi hijau hingga 245 juta kWh per tahun. Ini akan mengurangi emisi karbondioksida setara 214.000 ton per tahun.
Proyek dengan nilai investasi yang cukup besar itu diklaim dapat menyerap lebih dari 1.400 tenaga kerja lokal. Adapun kontrak jual beli listrik menggunakan skema build, own, operate, and transfer (BOOT) selama 25 tahun.
Menurut Kementerian ESDM, pengembangan PLTS Terapung Cirata merupakan salah satu dari 16 kerja sama yang disepakati antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab (UEA). Sebanyak 11 perjanjian bisnis antara kedua negara merupakan kerja sama di bidang energi. Total estimasi nilai investasi yang diperoleh dari 11 hasil perjanjian tersebut mencapai Rp314,9 triliun atau US$ 22,89 miliar.