Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto pesimistis target bauran energi baru terbarukan (EBT) bisa mencapai 23% pada 2025. Terlebih menjelang tahun politik sehingga pemerintah dan masyarakat tidak fokus pada transisi energi.
“Maka semuanya akan fokus pada pilpres, tidak lagi fokus pada transisi energi,” ujar Sugeng dalam agenda diskusi panel Sisiplus Katadata bertajuk “Pathways to a Prosperous Indonesia - Powered by Renewable Energy" di Jakarta, Selasa (24/10).
Saat ini, bauran EBT masih jauh dari target. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyampaikan bauran EBT di Indonesia baru mencapai 12,8%.
Oleh sebab itu, Sugeng mengatakan, Komisi VII DPR bersama Dewan Energi Nasional (DEN) tengah merumuskan kembali target-target bauran energi yang baru di dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). Namun, dia tidak memerinci besaran atau tenggat waktu terkait perubahan bauran EBT tersebut.
Dia berharap, target bauran EBT di dalam KEN yang baru tersebut bisa mempercepat target penambahan pembangkit EBT. Dengan demikian, target pemerintah mencapai net zero emission pada 2060 masih bisa tercapai.
Senada dengan Sugeng, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim, memproyeksikan target bauran EBT sebesar 23% dalam energi primer nasional pada 2025 sulit tercapai. Bauran EBT cenderung menyusut karena minimnya pengalihan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara baru.
Herman pesimistis target tercapai karena untuk mengejar target 23% diperlukan penambahan kapasitas sekitar 12 gigawatt (GW) pemanfaatan EBT dalam waktu dua tahun. Apalagi ESDM mencatat pertumbuhan bauran EBT di energi primer hanya naik 0,1% sepanjang 2022.
"Sudah terlambat untuk mengejar target 23% pada 2025. Mohon maaf, mungkin perlu cari orang pintar yang bisa menyulap pakai ilmu luar biasa," kata Herman dalam diskusi bertajuk 'Bagaimana strategi Indonesia mencapai target bauran 23% energi terbarukan pada tahun 2025?' pada Kamis (27/7).
Herman memberikan opsi lanjutan untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan EBT agar lebih tinggi dari pertumbuhan pemanfaatan energi fosil. Satu di antaranya yakni mendesak PLN untuk menaati amanat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap.
Regulasi itu mengatur kapasitas instalasi PLTS atap paling tinggi 100% dari total daya listrik pelanggan rumah tangga maupun industri. Dia menilai aturan tersebut dapat meningkatkan bauran EBT di energi primer nasional.
Namun, pelaksanaan regulasi tersebut mandek seiring sikap PLN yang enggan menjalankan amanat tersebut. Saat ini, regulasi tersebut kini sedang masuk tahap revisi.