Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan setidaknya ada empat hambatan yang menghalangi sejumlah negara menggunakan energi baru terbarukan (EBT). Oleh sebab itu, dibutuhkan inisiatif dan kerja sama yang melibatkan banyak negara untuk mengatasinya sehingga dunia bisa mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Dia mengatakan, seluruh negara di dunia telah berkomitmen untuk melawan perubahan iklim dan ikut serta bertanggung jawab dalam aksi global untuk mengurangi emisi GRK, termasuk Indonesia.
"Setiap negara berkontribusi terhadap emisi GRK, sehingga ini menjadi tanggung jawab global dalam melawan perubahan iklim," ujarnya saat menjadi pembicara dalam workshop bersama dengan Japan Cooperation Center Petroleum and Sustainable Energy (JCCP) bertajuk 'Joint Workshop for Economic Methods and Technology fo Zero Carbon Community' di kantor Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM Jakarta, Senin (6/11).
Dia mengatakan, setiap negara memiliki sumber energi baru terbarukan. Namun, masih terdapat kendala-kendala untuk memanfaatkan sumber EBT tersebut menjadi energi utama yang digunakan di masing-masing negara, yaitu:
1. Teknologi untuk memanfaatkan sumber EBT
2. Dukungan industri dan infrastruktur yang mumpuni untuk mengelola sumber EBT
3. Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu mengerjakan dan menjalankan EBT
4. Pembiayaan dalam jumlah besar
"Akan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk kegiatan dekarbonisasi," kata Arifin.
Maka dari itu, Arifin menyebut, semua dibutuhkan inisiatif dan kerja sama yang melibatkan banyak negara sehingga masalah-masalah tersebut bisa dihadapi bersama. Selain itu, dibutuhkan inisiatif-inisiatif dalam mendukung melawan perubahan iklim untuk membangun hidup yang lebih baru dan sehat bagi generasi yang akan datang.
Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) JCCP, Tsuyoshi Nakai, menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan Kementerian ESDM pada acara workshop ini. Dia berharap kerja sama Kementerian ESDM dan JCCP dapat diperpanjang dan diperkuat di berbagai bidang.
"Saya harap workshop ini dapat bermanfaat kepada seluruh partisipan, khususnya dalam mengejar target net zero emission di Indonesia," ujarnya.
Menurut laporan Kementerian ESDM, total kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT Indonesia mencapai 12.529 megawatt (MW) pada 2022.
Kapasitas itu merupakan gabungan dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), bioenergi, panas bumi (PLTP), tenaga surya (PLTS), serta tenaga angin/bayu (PLTB).
Selama periode 2018-2022 PLTA menjadi pembangkit EBT dengan kapasitas terpasang paling besar di Indonesia. Sedangkan kapasitas EBT lainnya jauh lebih rendah seperti terlihat pada grafik.
Padahal, menurut International Renewable Energy Agency (IRENA), potensi EBT terbesar Indonesia justru adalah energi surya. Dalam laporan Indonesia Energy Transition Outlook (Oktober 2022), IRENA memperkirakan potensi energi surya Indonesia mencapai 2.898 gigawatt (GW), sedangkan potensi energi air hanya 94,6 GW.
Berikut daftar lengkap potensi EBT Indonesia menurut riset IRENA:
- Energi Surya: potensi 2.898 GW
- Energi Angin Lepas Pantai (offshore wind): potensi 589 GW
- Energi Air: potensi 94,6 GW
- Energi Biomassa: potensi 43,3 GW
- Energi Panas Bumi: potensi 29,5 GW
- Energi Angin Daratan (onshore wind): potensi 19,6 GW
- Energi Arus/Panas Laut: potensi 17,9 GW