PLN Resmikan Pabrik Hidrogen Terbesar di Asia Tenggara, Ini Inovasinya

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kedua kiri) didampingi Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra (kiri), Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi (kedua kanan), dan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN Eniya Listiani Dewi (kanan ) meresmikan 21 unit Green Hydrogen Plant (GHP) di PLTGU Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (20/11/2023). PT. PLN (Persero) resmi menciptakan 21 unit hidrogen dengan kemam
22/11/2023, 10.59 WIB

PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) sudah mampu memproduksi 199 ton hidrogen hijau atau green hydrogen). Hidrogen tersebut diproduksi melalui 21 Green Hydrogen Plant (GHP) yang tersebar di seluruh Indonesia. Upaya ini membuat PLN menjadi perusahaan yang memiliki GHP terbanyak di Asia Tenggara.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan akselerasi GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menghadirkan energi alternatif yang ramah lingkungan untuk menjawab tantangan transisi energi, dengan berkolaborasi bersama Kementerian ESDM dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

“Karya Inovasi ini memaksimalkan fasilitas yang sudah ada di pembangkit-pembangkit thermal kami, kemudian kami lakukan inovasi dengan memanfaatkan 100% Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi green hydrogen,” ujar Darmawan melalui keterangan resmi, Rabu (22/11). 

Darmawan mengatakan, pembangkit-pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN sebelumnya memang sudah memiliki hydrogen plant dengan electrolyzer. Alat tersebut dimanfaatkan untuk memproduksi hidrogen, yang kemudian digunakan untuk mendinginkan generator pembangkit listrik. 

Dia menyebutkan, dari 21 unit hydrogen plant tersebut dapat menghasilkan 199 ton per tahun. Namun hanya 75 ton per tahun yang digunakan untuk kebutuhan pendinginan generator pembangkit listrik. 

“Kami melihat ada peluang untuk memanfaatkan hydrogen ini sebagai value creation yang bisa memberikan nilai tambah bagi bisnis kami, sekaligus mendukung transisi energi,” kata dia.

Melihat potensi yang ada, PLN melakukan inovasi dengan memanfaatkan solar PV yang terpasang di kawasan pembangkit PLN ditambah dengan Renewable Energy Certificate (REC) dari beberapa pembangkit EBT di Indonesia. Dengan cara tersebut, pihaknya dapat memproduksi 100% hidrogen hijau.

“Dengan inovasi tersebut, selain untuk pendingin generator pembangkit, green hydrogen kini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk industri pupuk, industri bahan kimia, cofiring pembangkit, hingga untuk Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV),” kata Darmawan.

Selain itu, Darmawan mengatakan,  PLN juga tengah mengembangkan infrastruktur hydrogen refueling station (HRS) yang nantinya akan digunakan untuk pengisian daya FCEV. 

Adapun stasiun bahan bakar hidrogen tersebut merupakan stasiun pertama yang ada di Indonesia dan rencananya akan dioperasikan pada Januari 2024. Stasiun tersebut akan dibangun di Patimban, Jawa Barat, dan 4 lokasi di Jakarta yaitu Senayan , Tebet, Muara Karang, dan Tanjung Priok.

"Ini akan menjadi hydrogen refueling station pertama di Indonesia. Ini juga akan meningkatkan minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan yaitu mobil hidrogen," ujar Direktur Utama PLN IP Edwin Nugaraha Putra pada kesempatan yang sama. 

Edwin mengatakan, biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan bahan bakar hidrogen 35% akan lebih murah dibandingkan bahan bakar minyak (BBM) konvensional. Dengan biaya yang lebih hemat itu diprediksi bisa menempuh hingga 120 km.

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi menilai energi hidrogen sangat bagus dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk mencapai transisi energi dan target net zero emission (NZE) pada 2060. 

Menurut dia, penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar harus dimulai dari sekarang karena memiliki potensi besar untuk kedepannya. Potensi tersebut baik untuk dikonsumsi domestik maupun ekspor.

Reporter: Nadya Zahira