Uni Eropa Desak Ada Kesepakatan Penghapusan Energi Fosil di COP28

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/tom.
Pekerja berada di sekitar tangki Bahan Bakar Minyak (BBM) di Fuel Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Tegal, Munjungagung, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (20/10/2023). TBBM Tegal yang menempati lahan seluas 1,6 hektare itu beroperasi sejak 1 Juli 2020 dan saat ini menyalurkan BBM ke 91 SPBU, delapan SPBUN dan 164 outlet pertashop.
22/11/2023, 13.48 WIB

Parlemen Eropa menyerukan sebuah kesepakatan global untuk mendorong negara-negara menghapus bahan bakar fosil pada konferensi iklim COP28 PBB. Hal itu bertujuan untuk mendorong negara-negara lainnya agar mengurangi produksi minyak dan gasnya yang kerap kali menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) dengan jumlah yang sangat besar. 

Dorongan dari para anggota parlemen Uni Eropa ini muncul sebelum hampir 200 negara bertemu untuk membahas aksi perubahan iklim yang lebih kuat pada konferensi COP28 di Dubai yang akan diselenggarakan pada tanggal 30 November-12 Desember 2023. 

Parlemen Uni Eropa mengatakan, pertemuan tersebut harus menyetujui penghentian bahan bakar fosil sesegera mungkin untuk menjaga agar suhu bumi 1,5°C tetap dalam jangkauan. Hal itu termasuk dengan menghentikan semua investasi baru dalam ekstraksi bahan bakar fosil. 

Parlemen Uni Eropa tidak terlibat langsung dalam negosiasi COP28, namun mengirimkan delegasi untuk bertemu dengan perwakilan negara lain dan merundingkan kebijakan iklim domestik.

Negara-negara sepakat di bawah Perjanjian Paris 2015 untuk mengambil tindakan yang bertujuan menghentikan planet ini menjadi lebih panas 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra-industri. Ini merupakan batas yang jika dilanggar akan menimbulkan lebih banyak lagi bencana cuaca ekstrem.

Namun demikian, saat ini target-target tersebut justru masih jauh melenceng. Penelitian PBB bahkan menyebutkan jika target emisi negara-negara saat ini akan menyebabkan pemanasan hampir 3°C pada abad ini. PBB menyerukan tindakan mendesak untuk mengurangi emisi lebih cepat pada Senin (20/11).

Adapun para anggota parlemen Uni Eropa mengesahkan resolusi tersebut dengan 462 suara setuju, 134 menolak dan 30 abstain. Sedangkan anggota parlemen dari Partai Hijau, Pär Holmgren mengatakan bahwa waktu untuk memperdebatkan seberapa cepat mengatasi perubahan iklim telah berlalu.

"Kita harus mulai bekerja dan memahami bahwa kita sudah berada dalam krisis perubahan iklim," kata Holmgren dikutip dari Reuters, Rabu (22/11).

Mereka juga mendesak pemerintah untuk mengakhiri subsidi bahan bakar fosil pada 2025 dan mengatakan bahwa Uni Eropa harus berkontribusi pada dana kerusakan iklim baru yang akan diluncurkan pada COP28.

“Dengan membuat komitmen tahun jamak yang signifikan,” kata dia. 

Negara-negara Uni Eropa berencana untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap. Hal ini membuka peluang bagi negara-negara untuk terus menggunakan batu bara, gas, dan minyak dengan teknologi penangkap karbon.

Kesepakatan Uni Eropa mencatat bahwa teknologi penangkap emisi ada dalam skala terbatas dan akan digunakan untuk mengurangi emisi terutama dari sektor-sektor yang sulit dikurangi.

“Penggunaan teknologi ini tidak boleh digunakan untuk menunda aksi iklim," demikian kutipan kesepakatan tersebut.

Di sisi lain, Menteri Iklim Global Denmark Dan Jorgensen menyebutkan, sekitar 10 dari 27 negara anggota Uni Eropa, termasuk Denmark, Prancis, Jerman, Irlandia, Belanda, dan Slovenia, menginginkan kesepakatan yang lebih kuat untuk menghapuskan semua bahan bakar fosil.

“Saya ingin lebih ambisius lagi, tetapi kita adalah sebuah persatuan dari hampir 30 negara, dan kita harus setuju," kata Jorgensen.

Tak hanya itu, negara-negara Uni Eropa juga menyerukan agar subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien segera dihapuskan pada 2030. Mereka menyatakan tidak boleh ada pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru jika dunia ingin mencegah perubahan iklim yang parah.

Namun, hal ini mendapatkan perlawanan dari produsen dan konsumen bahan bakar fosil. Salah satunya seperti Arab Saudi yang telah memblokir upaya untuk menyetujui penghentian penggunaan bahan bakar fosil dalam berbagai pertemuan, termasuk KTT G20 2023 ini. Dengan begitu, Arab Saudi diperkirakan akan memberikan perlawanan yang sama pada KTT COP28 mendatang.

Reporter: Nadya Zahira