Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (Just Energy Transitions Partnership/JETP) bertujuan membatasi emisi sektor ketenagalistrikan di Indonesia sebesar 290 juta ton (Megaton) setara karbondioksida (CO2e) pada 2030. JETP juga bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan pembangkit listrik energi terbarukan hingga mencapai 34% dari seluruh pembangkit listrik pada 2030.
"Tujuan JETP adalah memastikan Indonesia bisa membatasi (capping) jumlah produksi CO2e sebesar 290 Megaton CO2e, ini lebih rendah daripada 357 Megaton CO2e yang merupakan baseline value kita," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam World Bank Event: Climate Change and Indonesia's Future: An Intergenerational Dialogue, di Jakarta, pada Senin.
Komitmen pendanaan yang disepakati dalam pernyataan bersama di kemitraan JETP bernilai US$ 20 miliar atau setara Rp 330 triliun. Kesepakatan JETP terjalin antara Indonesia dengan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG). Grup ini dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang, serta beranggotakan Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norwegia, Prancis, dan Uni Eropa.
JETP juga mendukung pensiun dini dan membatasi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bertenaga batu bara. Kemitraan ini akan mendukung masyarakat yang terkena dampak untuk beradaptasi dengan transisi energi.
JETP berupaya memperbaiki lingkungan bisnis dengan membangun infrastruktur ramah lingkungan dan meningkatkan sarana keuangan untuk proyek-proyek berkelanjutan. JETP juga menjadi salah satu upaya untuk mengatasi perubahan iklim.
"Untuk itu, dibutuhkan banyak sekali financing termasuk untuk retirement of coal-fire power plant, mempercepat transformasi ke energi terbarukan dan mendukung komunitas yang terdampak akibat transformasi ini," ujar Sri Mulyani.