Indeks Kinerja Perubahan Iklim RI Anjlok Imbas Konsumsi Batu Bara Naik

ANTARA FOTO/Andri Saputra/foc.
Foto udara pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk yang didatangkan dari Samarinda di Pelabuhan PLTU Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Kamis (4/1/2023). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat alokasi penggunaan batubara dalam negeri pembangkit dan industri dalam lima tahun ke depan akan naik 165 juta ton menjadi 208,5 juta ton di tahun 2025 yang didominasi oleh pembangkit listrik.
30/1/2024, 19.36 WIB

Peringkat Indonesia dalam Climate Change Performance Index (CCPI) atau Indeks Kinerja Perubahan Iklim 2024 turun sepuluh peringkat dari ranking 26 ke ranking 36 dari 65 negara. Salah satu penyebabnya adanya peningkatan konsumsi batu bara yang dibakar untuk kegiatan hilirisasi.

Indonesia Country Assesment Report oleh  Climate Action Tracker Assessment Indonesia bahkan mencatat tidak terjadi penurunan emisi sepanjang 2023.  

“Bahkan kalau dilihat dari penilaian untuk aksi iklim Indonesia 2023 kemarin memburuk karena ada kenaikan emisi di 2022,” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam Peluncuran Laporan Climate Action Tracker Assessment Indonesia and Climate Transparency Implementation Check, Jakarta, Selasa (30/1).

Fabby mengatakan, penurunan peringkat ini disebabkan Indonesia menerima rating yang rendah dalam kategori kebijakan iklim dan emisi gas rumah kaca. Sementara penggunaan energi mendapatkan rating medium, serta penggunaan energi terbarukan mendapatkan rating tinggi.

“Walaupun memang diakui bahwa kita telah menaikan target penurunan emisi dalam NDC, tapi laporan ini juga menunjukkan peningkatan tersebut masih belum selaras dengan jalur emisi yang diperlukan untuk mencapai target temperatur dalam paris agreement,” ujarnya.

Data dari Climate Action Tracker (CAT) per Desember 2023 menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu menurunkan emisi sekitar 800 MtCOe2 di 2030 agar target penurunannya sejalan dengan Perjanjian Paris.  

CAT mencatat operasionalisasi pembangkit listrik batu bara baru dan juga sistem kuantifikasi emisi dari pembangkit off-grid menyebabkan emisi di Indonesia naik sekitar 21% di 2022. Hal ini menyebabkan emisi Indonesia diproyeksikan naik sekitar 300  MtCoe2 di 2030.

Berdasarkan penilaian CAT, Indonesia perlu meningkatkan persentase bauran energi terbarukan sekitar 55%-80% pada 2030. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengevaluasi kembali target iklim yang tercantum dalam NDC-nya dan juga meningkatkan koordinasi antar sektor agar dapat mengakselerasi pencapaian target Perjanjian Paris.

Emisi Karbon Diprediksi Terus Naik

Fungsional Perencanaan Madya Bapennas, Anna Amalia, mengatakan emisi karbon cenderung meningkat hingga 2,27 giga ton CO2 pada 2045.

“Kalau melihat laporan yang disampaikan tadi, sebenarnya hampir sama dengan analisis dari Bappenas bahwa memang kecenderungan emisi masih terus meningkat kalau kita tidak melakukan apapun,” kata Anna

Namun begitu Bappenas sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 untuk mendukung upaya penurunan emisi.

Anna mengatakan, upaya pemerintah untuk pengurangan emisi perlu didorong untuk mencapai target iklim di 2030.  Ia menilai masih banyak pekerjaan rumah di sektor energi yang harus diselesaikan untuk mencapai target iklim.

“Bauran energi kita masih jauh. Selain itu dominasi pemanfaatan batu bara juga masih terus dipakai,” ucapnya.

Sebelumnya, Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, realisasi penurunan emisi karbon dioksida (CO2) sektor energi mencapai 127,67 juta ton CO2 pada 2023.

Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan sebesar 116 juta ton CO2 pada 2023. Jika dilihat trennya, pada rentang 2017-2018, angka realisasi masih di bawah target. Tahun-tahun setelahnya, angka realisasi kerap melampaui target.