Aturan PLTS Atap Tekan Segmen Rumah Tangga, Ini Tanggapan Menteri ESDM

ANTARA FOTO/Arnas Padda/hp.
Petugas melakukan perawatan terhadap panel surya di atap gedung Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/8/2023). Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap secara nasional hingga Mei 2023 telah mencapai 95 megawatt atau sekitar 0,3 persen dari potensi PLTS atap di Indonesia yang dapat mencapai 32,5 gigawatt.
Penulis: Rena Laila Wuri
16/2/2024, 15.47 WIB

Penghapusan skema jual-beli (ekspor-impor) daya listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dianggap menekan perkembangan segmen pengguna rumah tangga. Penghapusan ini tercantum dalam revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021. 

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan skema jual-beli seperti yang diatur dalam aturan sebelumnya tidak sesuai yang diharapkan pemerintah. Sebelum permen tersebut direvisi, ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan menjadi 100%.

Menurut aturan yang lama, PLN wajib membeli 100% listrik dari sisa daya PLTS atap yang tidak terpakai oleh pelanggan. “Itu kita harapkan bisa 100%. Tapi, ternyata itu tidak berjalan,” kata Arifin saat ditemui di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/2).

Arifin mengatakan penghapusan ini dilakukan agar PLTS atap di masyarakat tetap berjalan. Selain itu, ketentuan itu juga bertujuan menjaga kondisi PLN yang saat ini masih mengalami oversupply atau kelebihan pasokan listrik.  “Dari sisi PLN juga bisa menerima berapa, supaya tidak ada kelebihan dalam sistem,” kata Arifin.

Sebelumnya, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan revisi aturan PLTS atap sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Sudah disetujui. Sekarang sedang menunggu diundangkan," kata Feby saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (6/2).

Kementerian ESDM menyebut salah satu poin revisinya adalah penghapusan skema jual-beli (ekspor-impor) listrik pengguna PLTS atap ke PLN. Pada aturan sebelumnya, listrik yang dihasilkan dari PLTS atap dapat dititipkan ke PLN. Namun, saat ini listrik dari PLTS atap hanya bisa digunakan oleh masyarakat yang memasangnya.

Menekan Segmen Rumah Tangga

Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menilai revisi aturan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dapat menekan perkembangan segmen pengguna rumah tangga. Pasalnya, revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tersebut menghapus sistem net metering.

Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan revisi ini dapat membuat segmen residensial atau rumah tangga tidak berkembang. “Beleid ini kami melihat masih terus perlu disempurnakan, mengingat dengan tidak adanya net metering," ujar Yukki saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (12/2).

Net metering adalah sistem layanan yang diberikan PLN untuk pelanggan yang memasang sistem PLTS atap di properti mereka. Dengan sistem tersebut, pelanggan tetap harus menggunakan jaringan listrik konvensional (PLN) meskipun memasang sistem PLTS untuk kebutuhan rumah tangga.

Namun, sistem tersebut memungkinkan pelanggan dengan kelebihan listrik yang dihasilkan oleh sistem panel surya atap dapat diekspor ke jaringan distribusi PLN. Listrik tersebut ke depannya bisa digunakan kembali untuk konsumsi rumah tangga tersebut.

Reporter: Rena Laila Wuri