Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai II Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang dibangun PT Pertamina Geo thermal Energy (PGE) ditargetkan selesai pada akhir 2024. Geothermal atau PLTP Lumut Balai II itu nantinya mampu memiliki kapasitas sebesar 55 Mega Watt (MW).
"PLTP Lumut Balai Unit II Kabupaten Muara Enim kini di tahap pembangunan pembangkit," kata Manajer Operasional PT PGE Area Lumut Balai, Aris Kurniawan, dikutip dari Antara, Senin (4/3).
Ia menyebutkan pembangunan telah masuk tahap EPCC (Engineering, Procurement, Construction, Commissioning) konstruksi untuk pembangkitnya. Fase commidsioning atau uji coba dihara[kan bisa berlangsung pada Desember 2024, sehingga bisa masuk tahap berikutnya yaitu komersial.
Sama seperti PLTP Lumut Balai l, PLTP Lumut Balai II dikelola oleh PGE dan berkapasitas 55 MW. Dengan demikian, dua PLTP ini mampu menghasilkan sebesar 110 MW energi terbarukan bebas emisi.
Dua PLTP tersebut secara total mampu menurunkan emisi karbon sebesar 581.000 ton.
"Listrik yang dihasilkan PLTP akan terkoneksi ke jaringan PLN," katanya.
Ia mengatakan, produksi listrik termasuk jaringan tegangan tinggi 150 KV sehingga harus masuk ke gardu induk PLN. Setelah itu, PLN yang akan mendistribusikan ke konsumen.
Produksi listrik dari lumut Balai l akan masuk ke gardu listrik di Tanah Abang yang kemudian akan memasok ke sekitar Kabupaten Muara Enim dan Lahat.
Koordinator Sub-Nasional, Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), Rizqi M Prasetyo, memaparkan Sumatera Selatan dikenal sebagai lumbung energi, terutama energi terbarukan seperti energi surya.
Menurutnya, Sumatera Selatan mempunyai potensi surya yang paling besar di antara potensi teknis energi terbarukan lainnya. Namun pemanfaatannya masih kecil yaitu hanya 7,75 MWp saja pada periode 2012-2022.
Untuk itu, IESR menilai Sumatera Selatan dapat mendorong penggunaan PLTS yang terpasang di darat maupun PLTS atap dengan menyiapkan regulasi dan kebijakan yang mendukung, melakukan sosialisasi tentang PLTS di masyarakat, serta mendorong partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam adopsi PLTS atap yang disertai dengan insentif yang menarik.
Penambahan Pembangkit Listrik Didominasi PLTU
Pemerintah Indonesia berencana menambah kapasitas pembangkit listrik sekitar 40,6 ribu megawatt (MW) sepanjang periode 2021-2030.
Hal itu tercatat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Tambahan 40,6 ribu MW itu diproyeksikan berasal dari penambahan kapasitas pembangkit listrik milik PLN, swasta/independent power producer (IPP), serta kerja sama PLN dengan pihak lain.
Adapun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) memiliki rencana penambahan kapasitas paling besar. Berdasarkan RUPTL tersebut, sampai akhir 2020 realisasi kapasitas terpasang PLTU di Indonesia sudah mencapai 31,7 ribu MW.
Kemudian dalam satu dekade ke depan kapasitas PLTU diproyeksikan akan bertambah 13,8 ribu MW, sehingga total kapasitasnya mencapai 45 ribu MW pada 2030, setara 44% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.
Setelah PLTU, pembangkit yang memiliki kapasitas terpasang paling besar sampai 2020 adalah pembangkit listrik tenaga gas/gas uap/mesin gas (PLTG/GU/MG), yakni sekitar 18,4 ribu MW.Kemudian selama periode 2021-2030 kapasitas PLTG/GU/MG diproyeksikan bertambah 5,8 ribu MW, sehingga totalnya menjadi 24 ribu MW. Porsinya mencapai 23% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.
Sementara, pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang rencana penambahannya paling besar adalah pembangkit listrik tenaga air/mikrohidro/pumped storage (PLTA/M/PS).
Dalam sedekade ke depan kapasitas PLTA/M/PS diproyeksikan bertambah 10,4 ribu MW, sehingga totalnya mencapai 15,6 ribu MW pada akhir 2030, setara 15% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.
Adapun untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit EBT lain, dan EBT base, rencana penambahannya jauh lebih kecil dibanding PLTU, seperti terlihat pada grafik di atas.
Menurut RUPTL, pembangkit EBT lain itu mencakup pembangkit listrik tenaga angin, laut, biomassa, biogas, bahan bakar nabati, sampah, fuel cell, dan lain-lainnya.
Sedangkan yang termasuk EBT base adalah kombinasi antara pembangkit listrik EBT dengan gas bumi.