Departemen Energi Amerika Serikat telah memberikan dana untuk proyek-proyek hidrogen bersih di 24 negara bagiannya, Rabu (12/3). Total dana tersebut mencapai US$ 750 juta atau setara dengan Rp 11,7 triliun (Kurs= Rp 15.598).
Pendanaan ini dilakukan karena pemerintahan Presiden Joe Biden melihat bahwa bahan hidrogen menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil. Selain itu, hidrogen juga dapat mengurangi emisi dari industri yang sulit didekarbonisasi seperti aluminium dan semen.
Pendanaan ini disalurkan untuk 52 proyek di negara bagian dari Rhode Island hingga Oregon. Proyek-proyek tersebut bekerja pada enam aspek industri hidrogen, termasuk penelitian dan pengembangan produksi elektrolisis.
"Ini adalah pendekatan yang benar-benar holistik," kata kepala kantor teknologi hidrogen dan sel bahan bakar, Departemen Energi AS, Sunita Satyapal, dikutip dari Reuters, Kamis (13/3).
Satyapal mengatakan pendanaa ini akan membantu AS mencapai tujuan Strategi Hidrogen Bersih Nasionalnya. Ini termasuk produksi 10 juta ton hidrogen bersih pada tahun 2030.
Dia juga mengatakan proyek tersebut akan membantu AS meningkatkan kapasitas elektrolisisnya menjadi 10 GW, Dengan demikian, AS bisa menghasilkan 1,3 juta ton hidrogen bersih setiap tahun.
Konsumsi Hidrogen Terus Naik
Menurut International Energy Agency (IEA), bahan bakar hidrogen (hydrogen fuel) memiliki peran penting dalam mendukung transisi dari energi fosil ke energi baru-terbarukan (EBT).
IEA mengungkapkan, porsi penggunaan bahan bakar jenis ini masih di bawah 0,1% dari total konsumsi energi final dunia pada 2020. Namun, porsinya ditargetkan terus naik dalam beberapa dekade mendatang.
"Pada 2030 (penggunaan bahan bakar hidrogen) akan menjadi 2% dari total konsumsi energi final, dan mencapai 10% pada 2050," jelas IEA dalam laporan Global Hydrogen Review 2021.
Bahan bakar hidrogen (hydrogen fuel) dilaporkan memiliki emisi yang sangat minim serta bisa menjadi sumber energi untuk peralatan elektronik, kendaraan elektrik, sampai pembangkitan listrik skala besar.
Namun, proses produksi energi jenis ini masih sangat mahal, sehingga memerlukan investasi untuk mendorong penelitian dan pengembangan lebih lanjut.
Berdasarkan data IEA, komitmen investasi terbesar di skala global untuk pengembangan energi hidrogen berasal dari Jerman, yakni mencapai US$10,3 miliar pada 2021.
Sedangkan di kawasan Asia, komitmen investasi paling besarnya berasal dari Jepang, yakni US$6,5 miliar.
"Pemerintah memainkan peran kunci dalam penetapan agenda penelitian (hidrogen), sekaligus adopsi kebijakan yang mendorong sektor swasta untuk berinovasi dan membawa teknologi ini ke pasaran," jelas IEA.