Penggunaan tenaga surya dalam negeri di Cina naik signifikan mengungguli di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) pada 2023. Cina telah memasang lebih banyak panel surya daripada yang dimiliki Amerika Serikat dalam sejarahnya.
Cina juga berhasil memotong harga hampir 50 persen untuk grosir panel yang dijualnya. Selain itu, ekspor panel surya yang dirakit penuh naik 38 persen, dan ekspor komponen utama hampir naik dua kali lipat.
Industri tenaga surya di Cina yang berkembang pesat, berbanding terbalik dengan AS dan Eropa. Dua kawasan tersebut tengah mencoba menghidupkan kembali produksi energi terbarukannya dan membantu perusahaan menangkis kebangkrutan.
Gencar Bangun Solar Farms Meskipun Ekonomi Melambat
Pemerintah Cina tetap gencar mempercepat pembangunan ladang panel surya (solar panel farms) meskipun ekonominya terus melambat. Peningkatan pengeluaran untuk energi terbarukan, terutama tenaga surya menjadi taruhan besar pada teknologi ini.
Perdana Menteri Cina, Li Qiang, mengumumkan bahwa negaranya akan mempercepat pembangunan ladang tenaga surya, serta proyek angin dan hidroelektrik. Hal ini disampaikan Perdana Menteri Li Qiang pada sesi tahunan legislatif Tiongkok pada awal Maret.
Para pemimpin Cina mengatakan bahwa "trio baru" yakni panel surya, mobil listrik, dan baterai lithium telah menggantikan "trio lama" yaitu pakaian, furnitur, dan peralatan. Tujuannya adalah untuk membantu mengimbangi kemerosotan tajam di sektor konstruksi perumahan Cina.
Pemerintah Cina berharap pemanfaatan industri tenaga surya ini dapat menghidupkan kembali ekonomi yang telah melambat selama lebih dari satu dekade. Percepatan pengembangan tenaga surya dalam program dua dekade ini membuat China tidak terlalu bergantung pada impor energi.
Lebih Fokus Subsidi Pabrik Panel Surya
Di AS, Pemerintahan Joe Biden telah memperkenalkan subsidi yang mayortas menyasar biaya pembuatan panel surya dan pemasangannya. Hal ini berbeda dengan Cina di mana subsidi diberikan kepada pabrik pembuat panel surya sejak belasan tahun lalu.
Sementara Pemerintah Eropa lebih fokus menawarkan subsidi untuk pembelian panel surya buatan mana pun. Ini yang menyebabkan ledakan pembelian panel surya asal Cina yang merugikan industri tenaga surya Eropa.
"Kami tidak lupa bagaimana praktik perdagangan Tiongkok yang tidak adil memengaruhi industri tenaga surya kami - banyak bisnis muda didorong keluar oleh pesaing Tiongkok yang sangat disubsidi," kata Ursula von der Leyen, presiden Komisi Eropa, dalam pidato kenegaraannya pada September 2023 dikutip dari The Straitstimes, Senin (18/3).
Produsen bahan baku Eropa untuk panel surya, Kristal Norwegia, bahkan mengajukan kebangkrutan pada tahun 2023. Begitu juga perusahaan Swiss, Meyer Burger, mengumumkan mereka akan menghentikan produksi pada paruh pertama Maret di pabriknya di Freiberg, Jerman, pada 23 Februari lalu.
Biaya Produksi di Cina Terendah Sedunia
Cina menjadi menjadi prodsen modul surya dengan biaya terendah di dunia. Unit penelitian Komisi Eropa dalam sebuah laporan pada bulan Januari mengungkapkan bahwa perusahaan Cina dapat membuat panel surya seharga US$ 0,16 sen (Rp 2.523) hingga US$ 0,18 (Rp 2.826) per watt kapasitas pembangkit.
Sebaliknya, biayanya perusahaan Eropa US$ 0,24 (Rp 3.768) hingga US$ 0,3 (Rp 4.711) per watt, dan perusahaan AS sekitar US$ 0,28 (Rp 4.397). Perbedaan ini mencerminkan biaya produksi yang lebih rendah di Cina.
Bank-bank milik negara di Cina juga telah meminjamkan modal dengan suku bunga rendah. Pembiayaan dengan bunga rendah juga tetap diberikan kepada perusahaan tenaga surya yang rugidan bahkan telah bangkrut. Pasalnya, perusahaan tenaga surya di Cina telah menemukan cara untuk membangun dan melengkapi pabrik dengan harga murah.
Di sisi lain, memproduksi bahan baku utama untuk panel surya, polisilikon, membutuhkan energi dalam jumlah besar. Panel surya biasanya harus menghasilkan listrik setidaknya selama tujuh bulan untuk mendapatkan kembali listrik yang dibutuhkan untuk membuatnya.
Namun, perusahaan Cina berhasil menekan biaya dengan memasang ladang penal surya di gurun Cina barat. Perusahaan kemudian menggunakan listrik dari peternakan tersebut untuk membuat lebih banyak polisilikon.
"Jika produsen Cina tidak menurunkan biaya panel lebih dari 95 persen, kami tidak dapat melihat begitu banyak instalasi di seluruh dunia," kata Tuan Kevin Tu, seorang ahli energi Beijing dan rekan non-residen dengan Pusat Kebijakan Energi Global di Universitas Columbia.