India Makin Ketergantungan Batu Bara Imbas Produksi PLTA Merosot Tajam

ANTARA FOTO/Arnas Padda/nz
Ilustrasi PLTA yang mengalami penyusutan debit air.
2/4/2024, 13.14 WIB

Produksi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di India anjlok 16, 3 persen, turun paling tajam setidaknya dalam 38 tahun terakhir. Hal itu terjadi imbas curah hujan yang tidak menentu.

Kondisi tersebut memaksa negara tersebut lebih bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara untuk mengantisipasi tingginya permintaan.

Penurunan output tersebut dipengaruhi oleh curah hujan yang sedikit, terendah sejak 2018. Hal itu mengakibatkan berkurangnya permukaan air di waduk, sehingga mendorong pembangkitan listrik tenaga air tahunan ke titik terendah dalam lima tahun terakhir, yaitu 146 miliar kilowatt-jam (kWh).

Tidak hanya produksi, pangsa pasar EBT pun turun untuk pertama kalinya sejak Perdana Menteri Narendra Modi membuat komitmen untuk meningkatkan kapasitas tenaga surya dan angin pada perundingan iklim PBB di Paris pada tahun 2015.

Energi terbarukan menyumbang 11,7% dari output listrik India pada tahun yang perhitungannya berakhir pada bulan Maret tersebut.

India adalah negara penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Namun, Pemerintah India kerap mengklaim emisi per kapita yang lebih rendah dibandingkan negara-negara maju untuk mempertahankan peningkatan penggunaan batu bara.

Tingkat reservoir PLTA India juga mencapai titik terendah dalam lima tahun. Itu berarti, produksi pembangkit listrik tenaga air kemungkinan akan tetap rendah selama bulan-bulan terpanas di April-Juni tahun ini.

Hal itu berpotensi meningkatkan ketergantungan pada batu bara selama periode permintaan tinggi sebelum musim hujan dimulai pada bulan Juni.


Mantan kepala Departemen Meteorologi India, K.J. Jamesh mengatakan ada kemungkinan peningkatan curah hujan tinggi tahun ini. Namun dampak apa pun terhadap keluaran pembangkit listrik tenaga air tidak akan terlihat sebelum Juli.

“Ketika pembangkit listrik tenaga air meningkat karena curah hujan yang baik, hal ini harus digunakan untuk mengurangi ketergantungan pada energi panas,” katanya dikutip dari Reuters, Selasa (2/4).

Dia mengatakan, curah hujan yang tidak menentu menandakan India tidak boleh mengandalkan pembangkit listrik tenaga air sebagai sumber listrik di masa depan.

Pangsa Hydro dalam total output listrik India turun ke rekor terendah sebesar 8,3% selama tahun fiskal yang berakhir pada tanggal 31 Maret, menurut data Grid-India. Ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata output satu dekade (2010-2020) yaitu 12,3%.

Pangsa pembangkit listrik tenaga air terus menurun dalam beberapa tahun terakhir di tengah perlambatan dan penambahan kapasitas listrik baru. Sumber-sumber lain termasuk batu bara, tenaga surya, dan angin juga ikut ambil bagian.

Sementara itu, pembangkit listrik dari batu bara dan lignit pada tahun 2023/2024 naik 13,9%. Angka ini melampaui kenaikan keluaran sumber terbarukan sebesar 9,7%, menurut data dari regulator jaringan listrik. Total pembangkit listrik naik 10,3% pada tahun 2023/24, data Grid-India menunjukkan.

India gagal mencapai target pada tahun 2022 untuk memasang 175 gigawatt (GW) energi terbarukan, dan masih kurang 38,4 GW dari target tersebut. Data Grid-India menunjukkan ketergantungan negara tersebut pada bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik mencapai angka tertinggi dalam lima tahun terakhir sebesar 77,2% pada tahun 2023/ 24.

Penambahan energi terbarukan di India melambat ke level terendah dalam lima tahun terakhir pada tahun 2023.

Secara global, produksi pembangkit listrik tenaga air turun untuk keempat kalinya sejak tahun 2000 karena curah hujan yang lebih rendah dan suhu yang lebih hangat akibat pola cuaca El Nino, menurut lembaga pemikir energi Ember.

Sebagai produsen pembangkit listrik tenaga air terbesar keenam, produksi India turun hampir tujuh kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global, menurut data Ember.