Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan DPR sepakat memasukkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Hal itu seiring dengan dimasukkannya nuklir dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET)
Sebelumnya, Kementerian ESDM juga telah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dalam PP tersebut, target pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dipercepat menjadi 2032 dari sebelumnya 2039.
Dengan demikian, pemerintah tidak lagi menempatkan nuklir sebagai opsi terakhir sebagai sumber energi seperti yang sebelumnya tercantum dala, draft awal RUU EBT. Nuklir kini menjadi penyeimbang untuk bauran energi menuju target net zero emission (NZE) 2060. Lantas bagaimana potensinya di Indonesia?
Potensi Nuklir di Indonesia
Nuklir merupakan salah satu sumber energi masa depan untuk menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dalam upaya dekarbonisasi. Energi nuklir banyak dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di dunia.
Bedasarkan pernyataan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) (2022), Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang cukup terkait bahan bakar nuklir dalam bentuk Uranium dan Thorium. Potensi Uranium di Indonesia mencapai sekitar 90 ribu ton dan Thorium sekitar 140 ribu ton.
Untuk diketahui, Thorium kerap disebut sebagai nuklir hijau. Hal ini karena limbah radioaktif yang dihasilkan Thorium jauh lebih rendah, namun energinya lebih dahsyat dibandingkan dengan Uranium.
Kedua komoditas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Namun, pembangkit listrik dari Thorium dinilai lebih efisien.
Menurut BRIN, potensi tersebut sudah cukup sebagai modal Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi bersih menggunakan tenaga nuklir ini. BRIN mencatat ada 28 wilayah potensial di Indonesia yang bisa menjadi lokasi PLTN.
Salah satu lokasi potensial PLTN tersebut ada di Kalimantan Barat yang diprediksi memiliki kapasitas sekitar 70 GW hingga 2060. Namun, BRIN tidak merinci 27 wilayah lainnya yang memiliki potensi menjadi lokasi PLTN di Indonesia.
Proyek Nuklir yang Antre
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, mengatakan pihaknya telah selesai membuat draf penyusunan Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO). Djoko mengatakan, pembentukan NEPIO merupakan satu dari 19 syarat bagi Indonesia untuk bisa melakukan komersialisasi nuklir sebagaimana rekomendasi International Energy Agency (IEA).
"Rekomendasi IEA, untuk komersialisasi nuklir kita harus memenuhi 19 persyaratan, 16 (persyaratan) kita sudah (penuhi), 3 lagi salah satunya NEPIO, kemudian dukungan stakeholder dan satu lagi kebijakan pemerintah," ungkapnya dalam konferensi pers capaian sektor ESDM 2023 dan Program Kerja 2024 di Jakarta, Rabu (17/1).
Setidaknya dua proyek nuklir di Indonesia sudah antre, yaitu:
1. PLTN di Bangka Belitung
Djoko menyampaikan sebetulnya Indonesia sudah memiliki roadmap PLTN dari PT Thorcon Power Indonesia. Dalam peta jalan tersebut, Indonesia akan memiliki PLTN dengan kapasitas 500 megawatt (MW) pada 2032.
Menurut Djoko, pembangunan PLTN ini Thorcon merupakan pihak yang paling produktif karena biayanya bukan dari APBN melainkan perusahaan.
Realisasinya mereka sudah menyumbangkan Rp 10 miliar untuk laboratoriumnya dengan ITB,” ucapnya.
Djoko mengatakan, PT Thorcon juga sudah menyelesaikan beberapa kajian, mulai dari studi tapak dan studi penerimaan masyarakat di Pulau Kelasa, Bangka Belitung.
2. Small Modular Reaktor Nuklir di Kalimantan Barat
Subholding PT PLN (Persero), PT PLN Indonesia Power (PLN IP) juga berencana akan melakukan studi pengembangan nuclear small modular reactor atau reaktor modular kecil di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat pada 2030.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya mempercepat transisi energi di Indonesia. Dalam studi tersebut, PLN IP bersinergi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT PLN (Persero), Badan Perdagangan dan Pengembangan AS (USTDA) serta Perusahaan asal Rusia NuScale Power.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Niaga PLN Indonesia Power, Bernadus Sudarmanta mengatakan PT Indonesia Power siap membangun PLTN pertama di Indonesia. Adapun prospek lokasi untuk PLTN pertama ini rencananya ada di Kalimantan Barat karena daerah tersebut disebut-sebut kaya akan uranium.
Selain itu, Korea Hydro and Nuclear Power Co LTD (KHNP) juga telah mengajukan diri untuk bergabung di dalam proyek kerja sama pengembangan PLTN berteknologi Small Modular Reaktor (SMR) berkapasitas 77 megawatt di Kalimantan Barat.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bahkan sudah mengunjungi perusahaan tersebut saat lawatannya ke Korea Selatan pada September 2023.
Komitmen tersebut ditujukan dengan mengirim delegasi Wakil Menteri Perdagangan, Industri dan Energi Korsel, Jang Young Jin untuk menghadap Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM pada Mei 2023.