RUU EBET Bakal Atur Dana Energi Baru Terbarukan, Dikelola Kemenkeu

ANTARA/Galih Pradipta
Pekerja memeriksa panel listrik tenaga surya di atap Masjid Istiqlal di Jakarta, Kamis, 3 September 2020. Panel surya tersebut digunakan untuk pencahayaan di area masjid dengan total daya sebesar 150.000 watt serta sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. ANTARA/Galih Pradipta
7/5/2024, 11.39 WIB

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tengah menggodok Rancangan Undang-undang energi baru energi terbarukan (RUU EBET). Beleid tersebut akan memuat aturan mengenai dana energi baru terbarukan (EBT) yang akan dikelola oleh Kementerian Keuangan.

Direktur Jenderal EBTKE  Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan, seluruh dana yang terkumpul dari energi baru terbarukan dalam bentuk apapun akan di kelola di bawah Kemenkeu.

“Nantinya dimungkinkan ada carbon market, pajak karbon, dan dana yang terkumpul dari energi baru terbarukan apapun bentuknya, itu dikelola di bawah Kementerian Keuangan,” kata Eniya saat dihubungi Katadata, Selasa (7/5).

Eniya mengatakan, sebelumnya Kementerian ESDM sempat mengusulkan untuk mebentuk lembaga baru yang memiliki tugas khusus untuk mengelola dana tersebut. Namun pembentukan badan baru tersebut tidak disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (KemenPAN-RB).

Dengan demikian, pemerintah dan DPR sepakat agar dana EBET tersebut dikelola oleh Kemenkeu. Pengelolaan dana oleh Kemenkeu juga merupakan konsep awal saat RUU EBET baru dirumuskan.

“Ibaratnya seperti Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) jadi unit saja yang bisa mengelola,” ucapnya.

Nuklir hingga Power Wheeling

Dia mengatakan, RUU EBET akan dibahas lagi bulan ini setelah reses DPR. Saat ini, masih ada sejumlah poin yang perlu dibahas seperti sewa jaringan dan  Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik hijau (RUPTL hijau).

Sebagai informasi, RUU EBET telah disampaikan oleh DPR kepada pemerintah sejak 14 Juni 2022. RUU EBET ini merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.

Eniya mengatakan, aturan tersebut juga telah memasukkan nuklir, hidrogen, amonia, dan sumber energi baru terbarukan lainnya sebagai EBT andalan Indonesia. Sebelumnya isu sumber amonia sempat tertunda dalam pembahasan antara pemerintah dengan DPR RI

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, bahwa RUU EBET dibahas bersama Kementerian ESDM pada awal April 2024.

Eddy mengungkapkan bahwa pihaknya sudah selesai membahas daftar inventarisasi masalah (DIM). Lebih lanjut, ia menilai terdapat beberapa topik yang memerlukan pendalaman, seperti masalah power wheeling. Menurut dia, skema power wheeling inilah yang paling penting untuk dibahas lebih lanjut.

Selain itu, Eddy mengatakan, bahwa Komisi VII menghendaki energi nuklir masuk ke RUU EBET. Terkait hal tersebut, DPR menaruh perhatian pada protokol keamanan dan keselamatan dalam pengoperasian energi nuklir.

Realisasi investasi di sektor EBT Indonesia turun pada 2023. Di sisi lain, investasi untuk minyak dan gas bumi (migas) serta mineral dan batu bara (minerba) meningkat.

Menurutnya, apabila pengoperasian energi nuklir diberikan kepada pihak yang tidak memiliki kompetensi, pengalaman, maupun rekam jejak terkait bidang tersebut, maka penggunaan energi nuklir akan menjadi sangat berisiko.

 Menurut laporan Kementerian ESDM, sepanjang 2023 realisasi investasi EBT hanya US$1,5 miliar, berkurang 6,3% dibanding 2022 (year-on-year/yoy). Angkanya jauh di bawah realisasi investasi migas yang naik 12,2% (yoy) jadi US$15,6 miliar, ataupun investasi minerba yang melonjak 31,1% (yoy) jadi US$7,46 miliar.
 
 
Reporter: Rena Laila Wuri