Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia. Bahan bakar industri penerbangan atau avtur tersebut berasal dari minyak jelantah atau used cooking oil.
Luhut mengatakan, memanfaatkan minyak jelantah sebagai avtur sudah dilakukan di negara lain. Langkah ini dinilai ramah lingkungan karena memanfaatkan minyak bekas dan juga lebih rendah emisi dibandingkan bahan bakar fosil.
"Ini ternyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura," ujarnya dikuti dari Instagram @luhut.pandjaitan Rabu (29/5).
Selain itu, Luhut mengatakan, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya. Sebanyak 95 persen diantaranya di ekspor ke beberapa negara.
Dia mengatakan, merancang Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri SAF di Indonesia sangat penting. Berdasarkan data IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan.
Menurut Luhut, kebutuhan bahan bakar pesawat di Indonesia diasumsikan mencapai 7.500 ton liter hingga 2030. Sebagai informasi, Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B.
"Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil," ujarnya.
Selain memenuhi kebutuhan industri, Luhut mengatakan, SAF juga menciptakan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina. Dia mengestimasikan penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya.
Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN.
"Seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting," kata Luhut.
Berdasarkan berbagai data dan kajian, Luhut menyimpulkan SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia. Dengan demikian, upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global.
"Saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita launching selambatnya pada Bali Air Show, September mendatang," ujarnya.
Pertamina Produksi Bioavtur
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) telah meluncurkan Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) yaitu bahan bakar aviasi dengan campuran kandungan energi terbarukan pada Oktober 2023. Peluncuran Pertamina SAF merupakan misi kolaboratif antara perusahaan pelat merah tersebut dengan penerbangan komersial Garuda Indonesia.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan pengembangan SAF merupakan salah satu upaya Pertamina dalam transisi energi khususnya di bisnis aviasi. Hal itu sekaligus mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2060.
"Dengan mengembangkan bahan bakar hijau, kami bertekad untuk menjalankan mandat dalam kedaulatan energi dan memenuhi kebutuhan Indonesia. Salah satunya dengan produk SAF ini, sebagai masa depan bagi industri aviasi,” kata Nicke.
Pertamina SAF merupakan bahan bakar ramah lingkungan, yang menggunakan campuran komponen minyak sawit. Campuran tersebut dapat mengurangi emisi gas buang pesawat terbang.
Selain itu, aspek pemanfaatan komponen minyak sawit ini dapat mendorong perkembangan industri dan ekonomi di dalam negeri.
“Pertamina sebagai pemimpin dalam transisi energi, berperan dalam membangun ekosistem yang ramah lingkungan,' ujarnya.