Pembangkit Energi Baru Terbarukan PLN Capai 8.786 MW, Ini Rinciannya

ANTARA FOTO/Fauzan/YU
Petugas melakukan perawatan panel surya di PLTS Terapung Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (16/3/2024). Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengatakan total keseluruhan potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3,6 terawatt (TW) yang didominasi oleh PLTS dengan potensi sebesar 3,3 TW.
15/7/2024, 10.20 WIB

PT PLN (Persero) mencatat telah membangun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar  8.786 MW megawatt (MW) sampai dengan 2023. Perusahaan pelat merah tersebut menargetkan kapasitas energinya akan ditopang oleh 75 persen EBt pada 2040.

Pembangkit EBt tersebut terdiri dari pembangkit berbasis hidro (PLTA/PLTMH) sebesar 5.777 MW, pembangkit berbasis panas bumi (PLTP) sebesar 2.519 MW, dan sisanya berasal dari surya (PLTS), angin (PLTB) dan biomassa.

Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mendukung pemerintah dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia. PLN bersama Pemerintah akan terus meningkatkan bauran energi bersih melalui rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dan rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN).

PLN menargetkan kapasitas energi di Indonesia akan ditopang oleh EBT sebesar 75 persen dan gas sebesar 25 persen pada 2040.

”Jadi, mulai hari ini hingga tahun 2040, penambahan kapasitas sebesar 21 Gigawatt (GW) berasal dari pembangkit listrik tenaga gas, 28 GW dari tenaga surya dan angin, 31 GW dari tenaga air dan panas bumi, 2,4 GW dari energi baru lainnya,” ujar Darmawan dalam keterangan, Senin (15/7). 

Untuk mencapai target tersebut, PLN telah meluncurkan skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED). Lewat skenario ini, PLN akan membangun Green-Enabling Transmission Line untuk mengakomodasi persebaran sumber EBT di pelosok Indonesia.

Meski begitu, Ia melihat terdapat tantangan yang sangat besar dalam menjalankan transisi energi, baik dari segi teknis, kebijakan, komersial, dan pendanaan. 

"Untuk itu kolaborasi yang kuat antar komunitas global sangat dibutuhkan karena PLN tidak bisa menjalankan semuanya dalam suasana kesendirian, perubahan iklim adalah permasalahan global yang harus dihadapi bersama-sama," ujarnya. 

Urgensi Transisi Energi

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin mengatakan, transisi energi dilakukan sebagai upaya memitigasi perubahan iklim global. 

Ia menegaskan bahwa pemerintah sangat menyadari krisis iklim dapat menimbulkan ancaman serius bagi 280 juta penduduk Indonesia.

”Tentu saja, urgensi ini mengharuskan kita untuk berubah, dan solusi dari persoalan iklim adalah melakukan transisi energi. Kita harus beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke sumber energi non-fosil yang nol karbon tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi,” ujar Rachmat.

Sementara itu, Assistant Secretary of the Treasury for International Markets, United States Department of the Treasury, Alexia Latortue menyebut, akselerasi transisi energi tidak hanya mampu memberikan dampak positif untuk lingkungan, tetapi juga bagi perekonomian masyarakat.  Pasalnya, dengan adanya transisi energi di suatu negara itu dapat menarik investasi masuk hingga menciptakan lapangan kerja baru. 

”Jelas bahwa transisi ramah lingkungan akan menarik investasi baru ke negara ini," ujarnya.

Dia mengatakan, banyak perusahaan yang hadir di agenda tersebut memiliki komitmen dan target net zero mereka sendiri. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan mencari sumber energi yang ramah lingkungan, dan negara-negara yang siap menawarkan sumber energi tersebut akan memiliki keunggulan kompetitif.

Reporter: Djati Waluyo