PT Pertamina (Persero) menyatakan implementasi pencampuran Bioetanol dengan bahan bakar minyak (BBM) dalam bentuk Pertamax Green 95 dapat memberikan manfaat dari hulu hingga hilir.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, mengatakan manfaat yang dirasakan mulai dari pengurangan impor gasoline nasional, membuka lapangan pekerjaan baru, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penggunaan bioetanol dapat mengurangi emisi karbon.
"Diperkirakan berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 2,8 juta ton CO2 atau 1,9% emisi per tahun," ujar Fadjar dalam keterangan, Kamis (26/7).
Dia mengatakan, bioetanol merupakan upaya Pertamina dalam mencapai transisi energi secara berkelanjutan. Pertamina terus akan mendorong penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar transportasi.
Menurutnya, penggunaan bioetanol akan memperkuat peta jalan Pertamina dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) "Pertamina akan melakukan secara bertahap yang utamanya untuk mendukung program pemerintah yaitu mencapai target net zero emission pada 2060,” ucapnya.
Potensi Bioetanol
Indonesia memiliki potensi bioetanol untuk dijadikan bahan baku pendamping atau pengganti bahan bakar minyak (BBM). Saat ini, sudah ada 13 produsen bioetanol yang tersebar di 11 wilayah di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan 13 produsen tersebut menghasilkan bioetanol dengan kapasitas produksi sebesar 365 ribu kilo liter (kl) per tahun.
"Pada sekarang ini yang produksi bioetanol itu ada 13 produsen, di Medan, Lampung, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Lumajang, Semarang, dan Bone," ujar Eniya saat dikonfirmasi Katadata, Senin (24/6).
Eniiya mengatakan, dari 13 produsen tersebut baru 4 produsen yang mempunyai sistem peningkatan persentase etanol untuk dijadikan bahan bakar kendaraan atau fuel grade dalam produksinya.
Sedangkan sembilan produsen lainnya baru mampu berada dalam posisi penyediaan etanol untuk bahan baku makanan dan obat.
Sebagaimana diketahui, untuk menjadikan bahan baku dasar seperti molase atau tetes tebu sebagai campuran bahan bakar kendaraan, dibutuhkan teknologi tertentu dengan tingkat pemurnian bahan dasar sampai dengan 99,8%
"Dari 13 tadi itu 4 perusahaan punya fasilitasnya ,tetapi hanya 2 perusahaan yang mampu memasok untuk fuel grade itu di volume 40 ribu kl per tahun yang bahan bakunya dari molase," ujarnya.
Eniya mengatakan, Kementerian ESDM mendorong terciptanya ekosistem bioetanol di Indonesia. Pada 2023, PT Pertamina (Persero) telah melakukan uji coba pencampuran etanol sebesar 5 persen pada bahan bakar dengan research octane number (ron) 92 dan 98 yang disebut dengan Pertamax Green 95.
Uji coba pertama dilakukan pada 12 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta. Jumlah SPBU uji coba tersebut bertambah lagi di bulan mei 2024 yaitu 95 SPBU di Surabaya dan 75 SPBU di Jakarta. Hingga akhir 2024, ditargetkan ada 100 SPBU di jawa terutama untuk Jabodetabek yang menggunakan Pertamax Green 95.
"Targetnya sampai dengan desember itu adalah 500 liter per hari per spbu target penjualan pertamax green 95," ucapnya