Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara, menilai pasal yang mengatur pemanfaatan bersama jaringan atau power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) bertabrakan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Salah satu pelanggarannya adalah diabaikannya hak prinsip natural monopoli BUMN/PLN yang diamanatkan dan dijamin Pasal 33 UUD 1945. Pasal tersebut mengatur mengenai sektor strategis dan menyangkut hidup orang banyak, dikuasai negara/BUMN untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Ketentuan power wheeling dalam PP No.14/2012 telah melanggar Pasal 33 UUD, serta menyabot hak monopoli dan menggerogoti bisnis BUMN. PP ini bisa saja tetap berlaku," ujar Marwan dalam webinar "Menyoal Penerapan Skema Power Wheeling Dalam RUU EBET" yang ditayangkan secara daring, Kamis (1/8).
Menurutnya, penerapan skema power wheeling akan memberikan kerugian bagi negara/BUMN, konsumen listrik dan APBN hingga saat ini dan masa depan. Maka dari itu, ia berharap Pemerintah dan DPR dapat menjamin prinsip-prinsip bernegara menjadi pegangan utama pembahasan RUU EBET.
Selain itu, Marwan mengatakan, DPR dan pemerintah harus menjamin azas-azas keterbukaan, demokrasi dan partisipasi publik, serta berjalannya proses pembentukan (formil) UU EBT sesuai konstitusi dan UU PPP (UU No.12/2011 atau UU No.15/2019).
"Dalam hal ini publik/rakyat diminta untuk ikut berperan aktif," ujarnya.
Marwan mengatakan, Ia sangat mendukung pemerintah dalam memenuhi target-target pemenuhan demand energi, investasi, net zero emission, ketahanan energi dan Pembangunan nasional.
Namun, berbagai target ideal tersebut harus dicapai dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konstitusional, legal, keadilan, kebersamaan, keberlanjutan pelayanan publik dan berbagai kepentingan strategis nasional.
"IRESS menuntut agar pembentukan UU EBET harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip bernegara dan kepentingan nasional tersebut," ucapnya.
Pembahasan RUU EBET
Saat ini, pemerintah mengebut penyelesaian draf Rancangan Undang-undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) yang tengah digodok bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan RUU EBET tersebut diharapkan rampung tahun sebelum pergantian presiden yang baru.
"Kita lagi dorong terus, mudah-mudahan clear lah (pembahasannya). Ini rapat terus supaya tahun ini bisa diundangkan dan turunan regulasinya dipercepat," kata Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hendra Iswahyudi, di Jakarta, Rabu (3/7).
Dia mengatakan, saat ini masih ada satu pembahasan yang belum mendapatkan titik temu antara Kementerian ESDM dan DPR yaitu pemanfaatan bersama jaringan listrik. Hal itu diharapkan dapat mengoptimalkan utilitas jaringan sehingga bisa mendorong penyaluran listrik EBT.
Hendra mengatakan, Kementerian ESDM mendorong power wheeling ada di RUU EBET. Hal itu terutama untuk melayani perusahaan yang sepenuhnya ingin menggunakan energi terbarukan secara penuh.
Dalam kesempatan itu, Hendra juga menegaskan jika bauran energi baru terbarukan (RUU EBET) belum berubah yaitu sebesar 23 persen pada 2025. Dia mengakui target tersebut sulit dicapai karena realisasi bauran EBT hingga akhir 2023 baru mencapai 13 persen.
Namun, pemerintah berupaya untuk mengejar target bauran tersebut. Menurut laporan Kementerian ESDM, batu bara dan minyak bumi masih mendominasi bauran energi Indonesia.
Pada 2023, bauran batu bara dalam energi primer nasional mencapai 40,46%, dan minyak bumi 30,18%. Sementara bauran gas bumi 16,28%, dan energi baru terbarukan (EBT) paling kecil, yakni 13,09%. Kementerian ESDM mencatat, bauran EBT sebenarnya ditargetkan naik menjadi 17,9% pada 2023. Namun, target ini belum berhasil tercapai.
"Peningkatan (bauran EBT) ada, tapi belum signifikan," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers, Senin (15/1).
"Perlu upaya keras untuk bisa mendekati target capaian (bauran EBT). Tahun 2025 itu kita targetkan 23% bauran EBT," kata Arifin.