Pemerintah Diminta Libatkan Publik saat Susun Target Baru Penurunan Emisi Karbon

123RF.com/Dilok Klaisataporn
Indonesia menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Salah satu upaya untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan adalah dengan memanfaatkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Agustiyanti
29/8/2024, 18.59 WIB

Koalisi masyarakat sipil mendorong pemerintah untuk melibatkan masyarakat secara luas dalam pembentukan komitmen kontribusi nasional kedua atau Second Nationally Determined Contribution (SNDC). SNDC adalah bentuk komitmen pemerintah untuk berkontribusi menurunkan emisi karbon global.

Direktur Yayasan Pikul Torry Kuswardono, mengatakan, sebanyak 64 lembaga masyarakat sipil telah menyerahkan masukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Bentuknya adalah dokumen rekomendasi untuk SNDC berkeadilan.

“Pemerintah harus menerapkan keadilan sosial dengan mengakui hak dan memenuhi kebutuhan spesifik dari subyek masyarakat yang rentan terdampak perubahan iklim, seperti petani kecil, nelayan tradisional, masyarakat adat dan lainnya. Hanya dengan cara itulah dapat terwujud keadilan iklim atau transisi yang adil,” ujar Tory dalam keterangan, Kamis (29/8).

Menurut dia, hal tersebut diperlukan karena data menunjukkan terjadinya lonjakan bencana akibat perubahan iklim. Verdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, bencana iklim melonjak 81%, dari 1.945 insiden pada tahun 2010 menjadi 3.544 pada tahun 2022. Bencana iklim telah berdampak terhadap lebih dari 20 juta orang.

Ia menilai rakyat Indonesia dalam bahaya, terutama kelompok rentan seperti petani kecil, nelayan tradisional, masyarakat adat, buruh dan pekerja informal. Kaum perempuan, penyandang disabilitas, anak-anak, orang muda, lansia, dan korban kekerasan berbasis gender juga menanggung dampak paling berat akibat perubahan iklim.

Tory juga melihat satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat. Menurut dia, strategi pembangunan mengesahkan proses perusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat rentan.

"Kasus-kasus penambangan nikel, kawasan industri Rempang, kasus Wadas, bahkan pembangunan Ibu Kota Nusantara yang mengklaim sebagai ibu kota hijau rendah emisi pun mendorong perusakan lingkungan dan perampasan hak warga,” ujarnya.

Sementara itu, Advokasi dan Peneliti Kebijakan WGII Ihsan Maulana, mengatakan dokumen rekomendasi untuk SNDC Berkeadilan mengelaborasi subjek masyarakat rentan. Mereka terus menanggung derita akibat dampak perubahan iklim maupun aksi untuk menanggulanginya.

Ia mencontohkan, pemerintah telah menyatakan menjunjung tinggi kewajiban untuk menghormati dan mempromosikan hak asasi manusia dan hak masyarakat adat dalam mengatasi perubahan iklim dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Namun, hal dasar seperti pengakuan dan perlindungan wilayah adat beserta seluruh hak yang melekat justru diabaikan.

"Selama 10 tahun pemerintahan, Presiden Joko Widodo baru mengakui 1,1% hutan adat, alias seluas 265.250 hektar saja. Meski masyarakat adat hanya mencakup 6,2% dari populasi global, mereka melindungi 80% dari keanekaragaman hayati dunia yang tersisa dan menjaga sepertiga hutan alam yang tersisa di dunia,” ujar Ihsan.

Oleh karena itu, organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil beberapa tindakan tegas yaitu :

  1. Mendesak emerintah melindungi prinsip-prinsip demokrasi, memastikan suara semua kelompok, terutama yang rentan, didengar dan dihormati dalam pengambilan keputusan terkait iklim. Pemerintah juga diminat menghentikan segala bentuk represi yang mencegah warga negara berpendapat dan berekspresi.
  2. Mendesak pemerintah untuk mengakui dan melindungi hak dan kebutuhan kelompok rentan, termasuk  nterseksionalitasnya, dalam seluruh aksi iklim di Indonesia. Pengakuan dan perlindungan subjek rentan harus tercantum secara jelas di bagian “Just Transition” dalam SNDC dan diintegrasikan ke dalam seluruh strategi dan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
  3. Mendesak pemerintah untuk menjalankan partisipasi publik yang bermakna dalam seluruh proses dan tahapan aksi iklim di Indonesia, termasuk membentuk mekanisme pelibatan publik yang bermakna dalam penyusunan dan implementasi kebijakan-kebijakan turunan SNDC.
  4. Mendesak pemerintah untuk memastikan seluruh aksi iklim memberikan manfaat yang lebih besar bagi kelompok rentan. Sementara itu, beban pengurangan emisi yang lebih besar diberikan kepada kelompok-kelompok yang mengemisi paling banyak, terutama mereka yang memperoleh kemakmuran dari pelepasan emisi gas rumah kaca.
  5. Mendesak pemerintah untuk melengkapi komitmen iklim dengan strategi pemulihan ruang hidup dan hak kelompok rentan yang menjadi korban dampak perubahan iklim, aksi perubahan iklim, serta kegiatan pembangunan serta memastikan penegakan hukum bagi perusak lingkungan dan pelanggar HAM, termasuk dengan merevisi peraturan perundangan yang memberikan impunitas bagi para pelaku kejahatan dan pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia.
  6. Mendesak pemerintah untuk mengadopsi pendekatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang terintegrasi dan berfokus pada resiliensi lanskap untuk menjamin hak atas ruang hidup yang aman dan berkelanjutan bagi semua.
Reporter: Djati Waluyo