Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berencana mengembangkan kelapa tak layak konsumsi untuk diolah menjadi bahan baku campuran bahan bakar pesawat terbang atau bioavtur. Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan kelapa menjadi salah satu potensi dan diakui dalam daftar calon bahan baku Sustainable Aviation Fuel (SAF).
"Memang kelapa-kelapa reject itu salah satu potensi untuk bisa menjadi bahan baku bioavtur atau SAF itu," ujar Edi dalam Temu Media di Kantor Ditjen EBTKE, Senin (9/9).
Edi mengatakan, untuk dapat melaksanakan pemanfaatan kelapa tak layak konsumsi menjadi bioavtur masih terdapat beberapa hal yang harus diselesaikan. Salah satunya mengenai pembudidayaan kelapa masih belum memiliki industri yang besar atau masih dalam tahapan perkebunan rakyat.
Oleh karena itu, terdapat rencana tambahan tugas bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengelola di luar komoditas kelapa sawit, yakni kakao hingga kelapa.
"Jadi itu dulu masuk supaya nanti termasuk hilirisasinya, budidayanya berkembang baik. Kalau sudah, nanti berkembang ke depannya, termasuk salah satu potensi untuk bisa dikembangkan jadi SAF tadi," ujarnya.
Edi mengatakan pengembangan kelapa menjadi bahan baku bioavtur telah dikaji oleh beberapa pihak dari Jepang, serta akademisi di dalam negeri.
"Kalau kajian, Jepang sudah melakukan. Di kita, beberapa akademisi juga sudah ada yang melakukan," ungkapnya.
Edi mengatakan, pengolahan kelapa reject menjadi bahan baku bioavtur harus dilakukan secara bertahap. Setelah melakukan riset dasar, program itu harus masuk ke tahap laboratorium sebelum dilakukan piloting project dan komersialisasi.
Berdasarkan roadmap yang telah disusun Kementerian ESDM, ada beberapa opsi untuk memproduksi SAF, mulai dari Used Cooking Oil (UCO), limbah cair kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), dan opsi teranyar adalah kelapa reject atau tidak layak konsumsi.
"Roadmap-nya akan dihilirisasi oleh Kemenko Marves dan kita targetkan di situ mungkin 1% tahun 2027. Kita sudah meninjau beberapa teknologi yang berkembang, nanti mana yang cepat akan kita usahakan," ucapnya.