Bos PGE Ungkap Alasan Panas Bumi Layak Jadi Tulang Punggung Transisi Energi

PLN
PLN telah lebih dulu melakukan studi terhadap sembilan wilayah kerja yang ditawarkan. Lewat skema GEEDA, pengembangan panas bumi dilakukan melalui kolaborasi antara PLN sebagai off-taker dan investor.
17/9/2024, 11.42 WIB

Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), Julfi Hadi, mengungkapkan sejumlah alasan panas bumi merupakan energi hijau yang paling layak untuk dikembangkan sebagai tulang punggung transisi energi nasional. Target transisi energi Indonesia bisa tercapai dengan memanfaatkan kurang dari separuh potensi panas bumi di Tanah Air.

Jufi mengatakan upaya percepatan pengembangan panas bumi akan menarik investasi, mendorong pengembangan teknologi di dalam negeri, dan memberikan dampak positif pada perekonomian.

Indonesia memiliki total potensi panas bumi sebesar 24 GW, setara dengan 17% cadangan global dan terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Sebagian besar cadangan merupakan sumber daya berkualitas tinggi, atau kategori high enthalpy (bersuhu tinggi) yang sangat sesuai untuk pembangkit listrik.

Dia mengatakan, pemanfaatan 30% saja dari potensi energi panas bumi Indonesia tersebut akan mampu memperkuat ketahanan energi nasional. Karena itu, diperlukan upaya percepatan pengembangan energi panas bumi.

Menurut Julfi, dibutuhkan penambahan kapasitas terpasang 4,4 GW untuk mencapai target bauran energi nasional pada 2033 dibutuhkan penambahan kapasitas terpasang 4,4 GW. Hal itu diperkirakan akan menarik investasi sebesar US$ 27 – 28 miliar.

"Untuk setiap investasi sebesar US$ 1 di sektor bisnis hijau seperti panas bumi akan menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto sebesar US$ 1,25, memberikan manfaat berganda signifikan bagi ekonomi Indonesia," kata Julfi dikutip dari siaran pers, Selasa (17/9).

Tak hanya itu, dia memperkirakan 70-100 lapangan kerja akan tercipta untuk setiap US$ 1 juta investasi di sektor panas bumi.

Sangat Efisien

Julfi Hadi juga menekankan bahwa panas bumi adalah sumber energi terbarukan yang stabil karena tidak bersifat intermittent, dalam memberikan pasokan listrik secara terus menerus. Pembangkit panas bumi memiliki capacity factor sekitar 90%. Itu artinya, pembangkit ini memiliki efisiensi sangat tinggi antara kapasitas terpasang dan daya listrik aktual yang mampu dibangkitkan.

Selain itu, potensi panas bumi di Indonesia sebagian besar (70-80%) terletak di wilayah yang memiliki kebutuhan energi listrik terbesar, yaitu Jawa dan Sumatra. Karena itu, pengembangan energi panas bumi secara langsung mampu memenuhi kebutuhan energi hijau Indonesia seiring dengan bertumbuhnya ekonomi. 

Meski potensinya sangat besar, saat ini baru 2,6 GW atau sekitar 11% dari sumber daya panas bumi Indonesia yang telah dimanfaatkan. Ini menunjukkan masih banyak ruang dan peluang untuk masa depan, termasuk mengembangkan ekosistem investasi panas bumi.

“Penting untuk menarik investasi dari perusahaan manufaktur panas bumi, baik di sektor hulu maupun hilir, agar mereka datang ke Indonesia dan membangun kapasitas manufaktur di sini," kata Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Gigih Udi Atmo, dalam diskusi panel ISF bersama PGE (5/9).


Reporter: Djati Waluyo