Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai penerapan bioavtur untuk bahan bakar pesawat dalam waktu dekat akan mengerek harga tiket yang dikenakan kepada penumpang. Hal ini disebabkan oleh harga bioavtur yang 300%-400% lebih mahal dibandingkan dengan avtur konvensional.
Menurut Alvin, mahalnya harga bioavtur disebabkan masih minimnya produksi bioavtur di dunia. Padahal, permintaan terhadap bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF) terus meningkat.
"Singapura sudah mewajibkan penggunaan SAF minimal 1% dari total bahan bakar yang digunakan maskapai penerbangan mulai 2025, itu berdampak pada tambahan biaya bagi maskapai dan kenaikan harga tiket," ujar Alvin, pada Kamis (26/9).
Ia memprediksi harga bioavtur akan turun jika produksi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan itu sudah dilakukan secara massal dan penggunanya merata di dunia. Selain itu, Alvin menilai perlu komitmen politik dari pemerintah untuk menekan harga bioavtur dengan mengucurkan subsidi.
"Juga kesadaran penumpang, apakah mereka bersedia bayar lebih mahal untuk penerbangan yang menggunakan SAF. Teknologi untuk memproduksi SAF juga terus dikembangkan agar lebih efisien," ujar Alvin. Ia juga mengatakan jika volume produksi SAF di dunia semakin besar, harga bioavtur akan turun.
Bioavtur Tidak Memengaruhi Performa Pesawat
Alvin juga mengungkapkan penggunaan bioavtur untuk menekan emisi karbon yang dikeluarkan oleh pesawat terbang dinilai tidak akan mempengaruhi performa pesawat. Ia menilai sifat bioavtur sudah sangat cocok jika dicampur dengan avtur konvensional yang berasal dari minyak mentah.
"Bioavtur tidak berpengaruh terhadap performa mesin pesawat karena sifatnya sudah plug in atau sudah sama jadi tinggal dicampur saja dan tidak masalah pada mesin pesawat," ujar Alvin kepada Katadata.co.id.
Beberapa produsen pesawat terbang dunia, seperti Airbus, mulai memproduksi pesawat yang mesinnya sudah disesuaikan untuk penggunaan bahan bakar berkelanjutan. Baru-baru ini, Pertamina telah menjual SAF kepada maskapai Virgin Australia Airlines.
Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, mengatakan SAF yang dijual kepada Virgin Australia itu sudah sesuai dengan kualifikasi International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) untuk Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA). Bioavtur itu juga sesuai dengan standar Renewable Energy Directive-European Union (RED-EU).
"SAF Pertamina merupakan perpaduan dari 38,43% synthetic kerosene yang diproduksi dari minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) dan 61,57% avtur yang berasal dari bahan bakar fosil," ujar Maya.