Kementerian ESDM Turunkan Tim Investigasi ke Proyek PLTP Ulumbu

123RF.com/Dmitrii Korolev
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menurunkan tim untuk menyelesaikan permasalahan pada pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Ulumbu di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penulis: Djati Waluyo
4/10/2024, 17.04 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menurunkan tim untuk menyelesaikan permasalahan pada pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Ulumbu di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Gigih Udi Atmo, mengatakan untuk menghindari konflik dengan masyarakat, Kementerian ESDM menugaskan inspektur panas bumi guna melihat situasi di proyek tersebut.

"Tim ESDM telah merespons dengan cepat. Hari ini inspektur panas bumi, Kementerian ESDM telah terjun langsung ke lapangan," ujar Gigih saat dikonfirmasi Katadata.co.id, Jumat (4/10).

Gigih mengatakan, pihaknya akan segera memberikan informasi lanjutan mengenai kondisi yang terjadi di proyek pembangunan energi baru terbarukan (EBT) di wilayah Nusa Tenggara Timur tersebut.

"Nanti kita adakan diskusi dengan rekan-rekan media, saat ini tim inspektur sedang turun ke lapangan," ujarnya.

Proyek PLN dengan Pendanaan Bank Jerman

Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Ulumbu unit 5-6 di Poco Leok ini dikerjakan oleh PT PLN, dan didanai oleh Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW), bank pembangunan dan investasi asal Jerman.

Pendanaan dari KfW diteken pada Oktober 2018 lalu. Pembiayaan proyek ini merupakan perjanjian utang langsung tanpa jaminan antara Pemerintah Jerman dengan Perseroan Terbatas PLN, untuk pendanaan Geothermal Energy Programme sebesar EUR 150 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun.

Manager PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara, Wahidin, mengatakan perusahaan akan membangun PLTP berkapasitas 40 megawatt (MW) di Kabupaten Manggarai Pulau Flores, NTT.

“Pembangunan PLTP Ulumbu sebagai langkah PLN untuk mendukung transisi energi menuju pemanfaatan energi hijau berkelanjutan di Indonesia,” kata Wahidin, Selasa (19/7).

Dia menambahkan upaya persiapan pembangunan sudah dimulai, salah satunya melalui sosialisasi kepada masyarakat adat di beberapa desa di Kecamatan Satarmese, yaitu Desa Lungar, Desa Mocok, Desa Wewo, dan Desa Go Muntas melalui upacara adat yang disebut Tabe Gendang.

Sosialisasi kepada kepada masyarakat di sekitar lokasi pembangunan itu merupakan bagian dari tahapan prakonstruksi. Wahidin menjelaskan, pembangunan PLTP Ulumbu direncanakan memanfaatkan tujuh area pengeboran, di antaranya lima area sumur produksi dan dua sumur reinjeksi.

Menurut dia, pengembangan energi panas bumi PLTP Ulumbu 2 x 20 MW harus diwujudkan. Proyek itu akan menciptakan ketahanan energi melalui energi terbarukan secara mapan dan berkelanjutan.

Langkah ini, kata dia sejalan dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan peran energi baru terbarukan (EBT) pada bauran energi nasional yang ditargetkan mencapai 23% pada 2025. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,96 Gigawatt (GW).

Penolakan Warga

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), warga setempat menolak perluasan proyek PLTP Ulumbu ke Poco Leok karena proyek itu akan menghilangkan lahan dan ruang hidup warga. Selain itu, mata air yang menjadi tumpuan utama warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari akan rusak.

Namun, menguatnya penolakan warga atas rencana perluasan penambangan panas bumi tersebut tidak membuat pemerintah dan PLN mengurungkan rencana melanjutkan perluasan proyek PLTP Ulumbu. 

Warga juga khawatir terhadap potensi kebocoran gas H2S yang mematikan. Penolakan warga Poco Leok menguat dan meluas setelah terjadi kebocoran gas mematikan H2S di beberapa lokasi tambang panas bumi, seperti di Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang menyebabkan lima penduduk tewas dan sedikitnya 275 orang mengalami keracunan.

Di Mataloko, yang bertetangga kabupaten dengan Poco Leok, operasi tambang panas bumi menyemburkan lumpur panas yang menyebabkan sawah warga terendam, sumber air tercemar, hingga merusak ladang pertanian warga. Semburan lumpur panas itu menyebabkan sumber mata pencaharian warga Mataloko menghilang. Selain itu, atap seng rumah warga berkarat sehingga menambah beban pengeluaran warga.

Pembongkaran wilayah Poco Leok untuk perluasan operasi tambang panas bumi yang berada dalam kawasan ring of fire, menambah deretan ancaman terhadap keselamatan warga. Aktivitas ini dikhawatirkan berpotensi memicu peristiwa gempa bumi yang dapat menghadirkan petaka bagi masyarakat.

Reporter: Djati Waluyo