Menteri Energi, Bahlil Lahadalia, mengatakan mengatakan Presiden Terpilih Prabowo Subianto mendorong adanya peralihan penggunaan bahan bakar kendaraan dari fosil ke energi baru terbarukan. Hal itu merupakan salah satu upaya menekan impor minyak mentah yang mencapai Rp 500 triliun per tahun. 

Bahlil mengatakan, salah satu cara untuk mengurangi energi fosil adalah penggunaan kendaraan listrik. 

"Kalau ini mampu kita lakukan, kemudian kita geser sebagian untuk menuju kepada energi baru terbarukan dengan mengoptimalkan mobil-mobil listrik dan motor listrik, ini adalah bagian dari kedaulatan energi, jika ini kita mampu lakukan insya Allah clear," ujarnya dalam kegiatan Repnas National Conference & Awarding Night di Jakarta, Senin malam (14/10).

Bahlil menerangkan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia adalah cadangan nikel dunia. Data Badan Geologi Amerika pada 2023 mengatakan bahwa Indonesia memiliki 20 persen cadangan nikel di dunia.

"Tapi empat bulan yang lalu data Geologi Amerika itu mengatakan bahwa kita cadangan nikel dunia itu 40 sampai 45 persen," ujarnya.

Menteri ESDM menjelaskan bahwa nikel merupakan komponen kunci dalam produksi baterai kendaraan listrik, yang kini menjadi fokus dunia seiring dengan peralihan dari energi fosil menuju energi terbarukan. Apalagi, tambah Menteri ESDM, saat ini hampir semua dunia bicara tentang mobil listrik, meninggalkan bahan bakar fosil.

Impor Energi Rp 500 Triliun

Sebelumnya, Bahlil menyoroti biaya impor energi yang cukup besar mencapai Rp 500 triliun per tahun. Hal itu terjadi akibat kinerja sektor minyak dan gas bumi yang terus merosot, yang juga berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Lifting kita turun, itu kita tekor terus, setiap tahun kita itu menghabiskan devisa kita Rp 500 triliun, makanya nilai tukar dolar AS kita terhadap rupiah agak sedikit, maju-mundur, maju-mundur. Bayangkan salah satu sumber kebutuhan terbesar itu adalah untuk membeli energi," kata Bahlil.

Bahlil mengungkapkan bahwa pada 1996 dan 1997, Indonesia mampu memproduksi 1.000.600 barel minyak per hari, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, karena mampu mengekspor hingga 1 juta barel. Namun, pasca-reformasi, produksi minyak terus mengalami penurunan.

Saat ini, produksi minyak nasional tinggal 600.000 barel per hari, sementara konsumsi mencapai 1.000.600 barel per hari. Hal ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor sekitar 900 ribu hingga 1 juta barel minyak per hari.

Bahlil menekankan bahwa perubahan yang terjadi dari ekspor menjadi impor dengan jumlah yang sama merupakan masalah serius yang harus diatasi.




Reporter: Antara