Pertumbuhan Energi Surya RI Lambat, Pemerintah Didesak Genjot Investasi PLTS
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pertumbuhan adopsi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia berjalan lambat. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan Indonesia perlu perlu mencapai 77 Gigawatt (GW) kapasitas PLTS hingga 2030, atau 9-15 GW per tahunnya.
Fabby mengatakan, capaian tersebut diperlukan untuk menyesuaikan dengan target peningkatan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat di 2030. Target itu bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius hingga 2030, berdasarkan Persetujuan Paris 2015.
"Pertumbuhan energi surya di Indonesia tergolong lambat dibandingkan dengan target di Rencana Umum Energi Nasioanl (RUEN) dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, dengan total kapasitas terpasang sebesar 718 MW hingga Agustus 2024," ujar Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (15/10).
Berdasarkan laporan Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2025 menemukan bahwa, penambahan kapasitas energi surya di Indonesia tergolong lambat sejak 2o22. Penambahan kapasitas tersebut didominasi oleh PLTS skala utilitas sebesar 208 MW, PLTS atap sebesar 143 MW, dan PLTS pada lokasi captive sebesar 100 MW.
Dengan capaian tersebut, menurut Fabby, peluang peningkatan kapasitas terpasang dan investasi energi surya terbuka lebar. Apalagi pemerintah dan PLN berencana mengembangkan energi surya dengan total 17 GW.
Untuk itu, IESR mendorong pemerintah meningkatkan target energi terbarukan di 2025 dan 2030 dengan menjadikan energi surya sebagai tulang punggung transisi energi. Caranya yaitu mendukung investasi PLTS berbagai skala lebih cepat. Peningkatan target bauran energi terbarukan yang ambisius perlu pula disinergikan dengan komitmen penurunan emisi yang lebih ambisius dalam Second Nationally Determined Contribution atau NDC Kedua.
“Pemerintah diharapkan lebih ambisius menambah kapasitas energi surya hingga 2030. Rencana penambahan kapasitas energi surya saat ini masih jauh dari yang seharusnya dibangun Indonesia untuk selaras dengan target Persetujuan Paris," ucapnya.