Sejak pandemi Covid-19, sembilan bank pembangunan multilateral atau multilateral development banks (MDBs) berkomitmen mendanai energi bersih sebesar US$ 12 miliar atau sekitar Rp 174,6 triliun. Angkanya empat kali lipat lebih tinggi daripada pendanaan untuk energi fosil yang hanya US$ 3 miliar (sekitar Rp 43,6 triliun).
Riset terbaru yang dirilis Energy Policy Tracker dan The Big Shift Global menyebut, pada tahun lalu untuk pertama kalinya tidak ada MDB yang mendanai proyek batu bara. Namun, transparansi arus keuangan bank-bank tersebut tetap menjadi isu karena data yang tersedia untuk publik bisa jadi tidak lengkap.
Dalam analisisnya, pembiayaan proyek untuk bahan bakar fosil periode 2018 sampai 2020 turun 40% dibandingkan 2015 hingga 2017. Angka ini sebagai hasil kebijakan lembaga keuangan multilateral yang mulai mengecualikan pendanaan untuk energi fosil, termasuk batu bara, minyak, dan gas bumi.
Koordinator Big Shift Global Sophie Richmond mengatakan pergeseran MDB dalam menginvestasikan lebih banyak pembiayaan di energi terbarukan perlu disambut baik, tetapi ini masih belum cukup.
Ia pun menyerukan kepada semua bank yang tergabung di MDB untuk memimpin investasi ke energi terbarukan yang berkelanjutan. "Untuk mengatasi krisis iklim, kita perlu melihat semua pembiayaan dialihkan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan dan tidak merugikan bumi atau masyarakat," kata dia, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (30/3).
Bank Dunia Masih Danai Energi Fosil
Data-data tersebut dirilis menjelang UK Global Summit tentang Iklim dan Pembangunan serta pertemuan musim semi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Seiring dengan langkah Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat untuk mengakhiri anggaran publik untuk bahan bakar fosil, tekanan meningkat agar bank lain juga melakukan hal yang sama.
Penasihat Kebijakan Senior, International Institute for Sustainable Development (IISD) Lucile Dufour mengatakan temuan ini memungkinkan pembuat kebijakan memiliki gambaran yang lebih jelas tentang arah pemulihan dari Covid-19.
Turunnya pembiayaan untuk energi fosil menunjukkan jika perubahan bisa dilakukan. “Pergeseran di 2020 harus menjadi loncatan agar neraca keuangan publik pada 2021 berubah dari fosil menjadi bersih,” katanya.
Dari sembilan MDB, Bank Investasi Eropa (EIB) sejauh ini yang paling menonjol karena pendanaan energi bersihnya mencapai US$ 6 miliar atau hampir 9 kali lipat dari pengeluarannya untuk bahan bakar fosil. Bank Dunia masih menyediakan sebagian besar pendanaan bahan bakar fosil dengan total investasinya selama periode 2018 sampai 2020 sebesar US$ 5,7 miliar.
Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD) dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) adalah satu-satunya yang investasi bahan bakar fosilnya tidak berkurang selama periode tersebut. Padahal, keduanya memiliki misi mendukung transisi menuju energi bersih.