Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan sinyal kuat terhadap Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk memimpin (holding) perusahaan-perusahaan panas bumi pelat merah. PGE dipilih untuk menjawab ttantangan dan kebutuhan pengembangan panas bumi yang cukup besar.
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury mengatakan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi diharapkan dapat meningkat hingga dua kali lipat pada 2025. Kapasitasnya ditargetkan meningkat dari yang awalnya 1,2 gigawatt (GW) menjadi 2,5 GW.
Untuk menjangkau target ini dibutuhkan pengembangan dari wilayah kerja panas bumi yang ada baik itu eksplorasi maupun eksisting. Sehingga investasi dengan skala besar sangat diperlukan untuk mencapai target yang dicanangkan tersebut.
"Kajian mengenai siapa yang menjadi induk holding dalam pengembangan panas bumi saat ini, yang berpotensi adalah PGE," kata Pahala dalam acara 'Indonesia Green Summit 2021' secara virtual, Senin (26/7).
Meski begitu, hal tersebut masih memerlukan diskusi lebih lanjut dengan beberapa pihak. Terutama dengan PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Gas & Geothermal selaku perusahaan pelat merah yang masuk dalam rencana penggabungan ini.
Sementara Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas Fahmi Radhi menilai PGE tak layak untuk memimpin holding panas bumi. Apalagi rencana ini juga mendapat penolakan dari Serikat Pekerja PLN yang terdiri dari serikat pekerja Gas dan Geothermal (G&>) dan Indonesia Power (IP).
Menurut Radhi penolakan SP PLN menjadikan PGE sebagai pimpinan holding panas bumi sangat beralasan. PLN harus menyerahkan aset PT PLN G&> dan PT IP dalam jumlah besar, yang akan menjadi milik PGE.
Pengalihan aset ini akan menurunkan kinerja keuangan PLN, utamanya meningkatkan rasio utang terhadap aset (debt to asset ratio) PLN. Peningkatan debt to asset ratio dapat menurunkan kepercayaan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada PLN ke depan.
Selain itu, PLN memegang risiko yang besar (risk taker), karena satu-satu pembeli listrik dari Pembangkit Listrik Panas Bumi yang akan dibangun oleh Holding Geothermal.
Dia pun menilai PLN lebih berpengalaman dalam membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik. Ketimbang Pertamina, yang tidak pernah mengembangkan pembangkit listrik sebelumnya.
"Dengan ketiga argumentasi tersebut, Pertamina seharusnya tidak layak menjadi pimpinan Holding Geothermal. PLN yang lebih layak ketimbang Pertamina dalam memimpin Holding Panas Bumi itu," ujarnya.