Tingkatkan Energi Hijau, Pemerintah Dorong Penggunaan Smart Grid

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Safrezi Fitra
24/10/2021, 10.19 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)mendorong penggunaan teknologi smart grid atau jaringan listrik pintar di seluruh sistem kelistrikan nasional. Ini dilakukan untuk meningkatkan penetrasi energi hijau di Indonesia.

Smart grid merupakan sistem jaringan tenaga listrik yang dilengkapi dengan teknologi informasi dan teknologi komunikasi canggih. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan smart grid menjadikan sistem pengaturan tenaga listrik lebih efisien.

"Smart grid juga mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan dan memungkinkan partisipasi pelanggan dalam penyediaan tenaga listrik,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu (24/10). Teknologi smart grid diharapkan bisa meningkatkan keandalan pasokan listrik serta mengurangi susut dalam jaringan transmisi maupun distribusi.

Saat ini, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) punya proyek yang sedang berjalan atau on going project yang berkaitan dengan implementasi smart grid di Indonesia. Proyek tersebut adalah Remote Engineering, Monitoring, Diagnostic, and Optimization Center (REMDOC) yang kini sudah memasuki tahap dua.

Rida menyampaikan sebanyak 14 dari 28 pembangkit listrik sudah terintegrasi dengan teknologi smart grid per Juli 2020. Dia berharap para pelaku usaha ketenagalistrikan  terus berkomitmen dalam pengembangan smart grid yang menjadi salah satu kunci sukses transisi pemanfaatan energi ramah lingkungan.

Pemerintah juga telah menetapkan kebijakan energi nasional berupa transisi dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan. Ini merupakan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah krisis iklim.

Menurut Rida, kebijakan itu sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement tentang penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% sampai 41% pada 2030. Komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan roadmap menuju net zero emission.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPM), penggunaan teknologi smart grid sudah ditetapkan dalam pengembangan sistem di Jawa-Bali. Targetnya, mulai 2020 sampai 2024, ditargetkan pemasangan lima sistem baru di Jawa-Bali setiap tahun. Dalam 5 tahun ke depan akan dibangun dua puluh lima sistem smart grid baru.

Rida juga menyampaikan tantangan yang harus dihadapi menuju netralitas karbon, di antaranya mengurangi emisi yang ada saat ini khususnya pada sektor pembangkit listrik yang kebanyakan masih menggunakan batu bara. Implementasi smart grid di Indonesia juga membutuhkan biaya investasi yang besar.

“Pengembangan kelistrikan ke depan terutama di sisi pembangkitan mengarah kepada teknologi dan sumber daya yang ramah lingkungan seiring dengan upaya PLN selaku BUMN subsektor ketenagalistrikan dan pemerintah untuk bertransisi ke net zero emission,” ucap Rida.

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Nurul Ichwan menyampaikan sejak 2015 sudah ada komitmen dari dunia internasional untuk mengurangi emisi karbon. Rencananya, sampai 2050 sudah mencapai netralitas karbon.

Dari sisi bisnis dan investasi, pelaku usaha merespon lebih agresif atas emisi karbon. Beberapa dari mereka justru menargetkan sudah mencapai netral karbon pada 2040.

Bahkan Uni Eropa sudah mengajukan aturan mengenai Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). Regulasi ini menetapkan semua barang ekspor yang masuk ke Uni Eropa akan dicatat kontribusi karbon dalam proses produksinya terhitung mulai 2023.

Reporter: Antara