Tak Ada Janji Akhiri Deforestasi di 2030 di KTT COP26, Cuma Mengurangi

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.
Panorama tutupan hutan Gunung Kerinci (3805 mdpl) yang sebagian kawasannya telah beralih fungsi menjadi perkebunan terlihat dari Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Sabtu (1/8/2020). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengatakan Indonesia terus mengupayakan percepatan pemulihan hutan dan lahan di tanah air agar deforestasi tidak melebihi laju rehabilitasi pada 2030.
4/11/2021, 18.55 WIB

Pernyataan Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris, Zac Goldsmith tentang zero deforestation dan COP26 Forest Agreement dianggap menyesatkan (misleading). Komitmen COP26 lebih pada upaya untuk mengurangi deforestasi.

Melalui twitter pribadinya pada Selasa (2/11), Goldsmith menyinggung seakan-akan sudah ada kesepakatan di KTT Iklim COP26 Forest Agreement.

"Telah terkumpul komitmen dari lebih dari 100 negara, yang mewakili lebih dari 85% hutan dunia, untuk mengakhiri deforestasi pada 2030," tulis Goldsmith dalam akun twitter resminya @ZacGoldsmith, Selasa (2/11).

Pernyataan ini kemudian menimbulkan kritik karena KTT Iklim COP26 tidak menyebut mengenai upaya mengakhiri deforestasi.

 Dalam deklarasi pemimpin dunia di KTT COP26 di Glasgow terkait penggunaan lahan dan hutan disebutkan:

"We therefore commit to working collectively to halt and reverse forest loss and land degradation by 2030 while delivering sustainable development and promoting an inclusive rural transformation"

Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar mengatakan, dalam deklarasi yang dihasilkan bersama 100 pemimpin dunia, sama sekali tak ada terminologi mengakhiri deforestasi pada 2030.

"Kalau halt and forest loss itu lebih kepada penggunaan hutan secara berimbang, dalam arti itu net loss jadi tetap boleh ada pemanfaatan hutan namun secara keseluruhan luas tutupan hutan agar tidak berkurang  sementara end deforestation lebih strict-hutan gak boleh disentuh," kata Mahendra dalam keterangan resminya, Kamis (4/11).

 Alih-alih menyebut tentang nol deforestasi, deklarasi tersebut menegaskan komitmen para pemimpin untuk bekerja secara kolektif untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya hutan.

Juga, menghentikan degradasi lahan pada 2030, sambil mengupayakan pembangunan berkelanjutan dan mempromosikan transformasi pedesaan yang inklusif.

"Sedangkan pertemuan yang dilakukan 2 November di Glasgow adalah Leaders Meeting on Forrest and Land Use yang menghasilkan deklarasi. Dalam deklarasi yang dihasilkan itu sama sekali tidak ada terminologi ‘end deforestation by 2030," kata Mahendra.

 Karena itu dalam menyikapi pernyataan Goldsmith ini, lanjut Mahendra kita harus mawas diri, jangan lengah dan tidak boleh terpengaruh.

Ia mengimbau untuk terus fokus dalam pengelolaan hutan, seperti penegasan Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan COP26 maupun di Leaders Meeting tanggal 2 November lalu. 

Apalagi yang diungkapkan Presiden Jokowi tentang upaya dan pengelolaan hutan Indonesia diapresiasi banyak negara karena memberikan hasil konkret.

Indonesia sudah menetapkan target penurunan emisi 41% pada 2030.

Mahendra menyebut, Indonesia telah mencapai kemajuan terbesar dalam hal pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan deforestasi.

 Indonesia sudah berhasil mengelola hutan, sementara dibelahan dunia lainnya termasuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Eropa dilanda karhutla yang terbesar selama ini.

"Jadi ada fakta yang kontras," kata Mantan Wakil  Keuangan tersebut.

Sebelumnya, pernyataan Goldsmith melalui twitter pribadinya memantik polemik.

Dalam twitternya pada 2 November lalu, dan kemudian juga banyak dikutip media, Goldsmith menyinggung seakan-akan ada COP26 Forest Agreement tanggal 2 November itu, yang sebenarnya tidak ada sama sekali.

Sehingga, pernyataan Goldsmith yang dijadikan pegangan dan dikutip banyak media juga salah.

 Menyusul pernyataan Goldsmith, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan pembangunan yang berlangsung  tak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau menghentikan deforestasi.

Siti mengatakan menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat Undang-Undang Dasar 1945.

“Melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat,” kata Siti dalam akun Facebooknya seperti ditulis pada Kamis (4/11).

Siti juga menolak penggunaan deforestasi yang tak sesuai dengan kondisi Indonesia. Dia mencontohkan, di Eropa, satu batang pohon yang ditebang bisa masuk dalam kategori ini.

 “Pada konteks ini jangan bicara sumir dan harus lebih detail, bila perlu harus sangat rinci,” katanya.


Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi