Tak Cuma EU, Korsel Juga Labeli Pembangkit Listrik Gas Investasi Hijau

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Ilustrasi proyek gas alam.
Penulis: Happy Fajrian
5/1/2022, 21.01 WIB

Negara-negara di kawasan Uni Eropa tengah berdebat terkait penetapan proyek pembangkit listrik tenaga nuklir dan gas sebagai proyek investasi hijau. Namun Korea Selatan ternyata lebih dulu mengambil langkah tersebut.

Pemerintah Korea Selatan tengah merumuskan aturan taksonomi hijau, yang dikenal dengan K-Taxonomy, yang menetapkan kriteria standar emisi penggunaan akhir energi sebesar 320 gram karbondioksida (CO2) per kilowatt jam (kWh). Aturan ini juga akan menetapkan standar emisi siklus hidup.

“LNG termasuk dalam aturan taksonomi untuk mengakselerasi tujuan hijau, sedangkan nuklir tidak. LNG masuk ke dalam bagian transisi, jadi tidak dilihat sepenuhnya aktivitas hijau tapi penting untuk meningalkan bahan bakar yang lebih kotor,” tulis pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup Korsel, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (5/1).

Ini artinya proyek pembangkit listrik tenaga LNG berkapasitas sekitar 10 gigawatt (GW) akan membanjiri pasar energi Negeri Ginseng pada 2025 dan layak untuk mendapatkan pembiayaan dan obligasi hijau ketika rancangan K-Taxonomy disahkan tanpa ada perubahan.

Menurut data Bloomberg New Energy Finance (NEF), Korsel memiliki aset pembiayaan hijau sebesar US$ 42,8 miliar (sekitar Rp 614 triliun dengan nilai tukar dolar saat ini Rp 14.358) per September 2021, yang sepertiganya atau sekitar US$ 14,22 miliar (Rp 204 triliun) mendanai perusahaan listrik dan energi.

Korsel memiliki target untuk memangkas emisi karbonnya sebesar 40% pada 2030 dan menjadi negara netral karbon pada 2050. Namun keputusan ini menunjukkan bahwa gas alam yang merupakan bahan bakar fosil, sebagai kunci transisi energi. Simak databoks berikut:

Ancaman Maraknya Greenwashing

Direktur Program Keuangan Iklim di Solutions for Our Climate Korsel Youn Sejong mengatakan bahwa aturan taksonomi hijau ini berpotensi meningkatkan praktek pencucian hijau atau greenwashing.

“Kami memiliki kekhawatiran besar tentang kegunaan skema taksonomi karena tidak mengirimkan sinyal yang tepat kepada investor. Sekarang taksonomi termasuk bahan bakar fosil, kami memperkirakan greenwashing akan semakin serius,” ujarnya.

Aturan yang diterapkan pemerintah Korsel untuk membantu mencapai tujuan netralitas karbon semakin mendapat sorotan dari kelompok masyarakat sipil yang khawatir aturan tersebut tidak cukup ketat atau akan dapat dimainkan oleh sektor swasta.

Investor di pembangkit berbahan bakar gas di Korsel mungkin juga dapat menyatakan bahwa mereka ramah lingkungan karena aturan ini. Namun pemerintah Korsel meyakinkan bahwa klasifikasi hijau akan diperbarui setiap dua atau tiga tahun berdasarkan masukan dari pemangku kepentingan.

“Juga tenaga nuklir akan terus ditinjau saat pemerintah menilai tren global. Dibandingkan dengan negara-negara besar lainnya, industri manufaktur dan padat energi kami sangat bergantung pada bahan bakar fosil,” kata Kementerian LH Korsel.

“Namun ke depan, kami akan mencoba mendorong pembangkit listrik rendah karbon atau bebas karbon seperti sel bahan bakar atau pembangkit amonia”.

Anggota parlemen dari Partai Demokrat yang berkuasa di bawah Presiden Moon Jae-in, Yoon Joonbyeong, mengatakan bahwa dia mengadakan pertemuan dengan kementerian lingkungan sebelum taksonomi diselesaikan untuk memastikan bahwa LNG hanya dianggap hijau selama fase transisi.

“Pandangan itu tercermin dalam versi final, dan pengecualian nuklir juga diterima. Keputusan untuk memasukkan pembangkit LNG dalam taksonomi sangat disesalkan. Kita harus mencermati bagaimana klasifikasi dijalankan oleh pemerintah dan digunakan oleh perusahaan dan investor,” kata Yoon.