Kementerian Investasi atau Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) menilai salah satu dilema yang dihadapi Indonesia atas kebijakan yang mendukung transisi ekonomi hijau yakni, risiko terhadap perekonomian daerah. Pasalnya, kebijakan seperti pajak karbon memiliki dampak berbeda pada tiap daerah.
"Beberapa kebijakan hijau akan mengurangi ekonomi regional seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi atau Papua yang kaya sumber daya, dan mengandalkan produk padat energi, maka daya saingnya bisa berkurang secara signifikan," kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro BKPM Indra Darmawan dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2022, Jumat (8/4).
Selain itu, masyarakat daerah yang sebagian besar memiliki penghasilan rendah cenderung mengkonsumsi produk intensif karbon dibandingkan produk ramah lingkungan. Hal ini dipengaruhi kenyamanan dan harga. "Oleh karena itu, kebijakan hijau seperti pajak karbon, misalnya, akan berlaku secara tidak adil bagi mereka," ujarnya.
Kondisi seperti itu menyebabkan motivasi daerah yang rendah mendorong transisi menuju perekonomian yang lebih ramah lingkungan. Pasalnya mereka menilai, model ekonomi baru ini bisa berdampak merugikan, terutama terhadap daya saing ekonomi dan pendapatan daerah.
Rendahnya motivasi daerah untuk bertransisi menuju ekonomi hijau menurut Indra menjadi salah satu tantangan yang perlu ditangani. RI juga masih punya persoalan lainnya, seperti belum adanya indikator yang jelas untuk mengukur progres keberhasilan pembangunan berkelanjutan, serta masih rendahnya kesadaran publik.
"Di Indonesia, kita masih belum memiliki kalulator pembanguan berkelanjutan atau mekanisme serupa yang dapat secara konsisten memantau progres kita mencapai target," kata dia.
Di samping itu, pemerintah juga perlu terus mendorong literasi soal ekonomi hijau. Banyak masyarakat yang sebetulnya sudah tahu soal untung rugi jika bertransisi menuju ekonomi ramah lingkungan, tetapi tidak semuanya menunjukkan kesadaran dan urgensi yang sama.
Dengan berbagai tantangan tersebut, ia melihat implementasi untuk pendanaan iklim menuju ekonomi hijau di Indonesia saat ini masih tahap awal. Masih banyak ruang untuk melakukan perbaikan di samping terus mendorong masuknya investasi hijau.
Senior Manager Engagement Robeco Peter Van Der Werf mengatakan kebanyakan investor saat ini melihat masalah berkelanjutan sebagai pertimbangan utama dalam berinvestasi. Karena itu, menurunnya investasi akan benar-benar masuk jika memang ada lingkungan kebijakan yang mendukung. Ini menurutnya salah satu kesempatan yang bisa dimanfaatkan Indonesia.
Peter melihat salah satu daya tarik yang dimiliki Indonesia untuk menarik aliran investasi hijau yakni keberhasilannya menangani deforestasi. Dalam analisisnya, catatan Indonesia menangani deforestasi sudah cukup baik, tetapi memang masih ada ruang untuk peningkatan lebih lanjut.
"Jadi jika hilangnya keanekaragaman hayati dapat dicegah dengan peraturan dan kebijakan yang sangat kuat di Indonesia, saya pikir hal itu akan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia," kata Peter.