Mobilisasi Pendanaan untuk Transisi Energi

Katadata
Proses transisi energi perlu dana besar. Mobilisasi pendanaan dari pemerintah dan swasta menjadi kunci pencapaian target.
Penulis: Fitria Nurhayati - Tim Riset dan Publikasi
4/10/2022, 10.24 WIB

Krisis iklim menjadi masalah besar yang dihadapi dunia. Berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah dan sektor swasta di banyak negara melakukan transisi menuju ekonomi rendah karbon dan berkelanjutan.

Upaya tersebut merupakan program jangka panjang yang membutuhkan biaya dan investasi besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan skema finansial dari pemerintah maupun lembaga jasa keuangan.

Staf Khusus Kementerian Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Cristallin, dalam forum HSBC Summit 2022 (14/9/2022) mengatakan, perlu ada pembiayaan katalis, yang berasal dari keuangan fiskal negara dan lembaga keuangan swasta, seperti ADB dan Bank Dunia.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri menyiapkan model pembiayaan untuk menunjang mitigasi dan transisi energi, misalnya blendid financing, Green Bond, green sukuk, program KPBU, dan skema kemitraan pemerintah-swasta. Di Indonesia sendiri, menurut Masyita, sebetulnya banyak investor yang tertarik untuk menancapkan kapital ke proyek-proyek yang mendukung transisi energi.

“Kita siapkan proyek yang siap menerima investasi, kita siapkan strategi, demand dan supply-nya, berapa kebutuhan financing-nya, sambil kita siapkan peta jalan dan regulasi,” kata Masyita.

Dalam Nationally Determined Contributions (NDC), sektor kedua terbesar yang harus menurunkan emisi adalah kehutanan dan energi. Namun dari dua sektor ini, sektor energi perlu biaya lebih besar. Pasalnya di Jawa dan Bali ada over supply sehingga transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT) semakin menantang.

Adapun, terkait investasi di sektor EBT, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) selaku pihak yang mengkhususkan diri di dalam pembiayaan infrastruktur menilai, dengan 62 persen pembangkit listrik PLN yang terus menggunakan batu bara, untuk setiap keputusan mempesiunkan dini infrastruktur ini perlu mendapatkan kompensasi.

“Kami menyiapkan konsep blended financing. Jadi, (transisi energi) ini bisa ditangani jika modalitas pembiayaan juga kompetitif, atau jika terdapat skema pinjaman yang mendukung kebijakan bauran energi,” tutur Direktur Utama PT SMI Edwin Syah.

Sejauh ini, keterlibatan SMI dalam investasi proyek-proyek yang mendukung transisi energi per 2021 mencapai Rp743 triliun. Nilai ini dengan komitmen pembiayaan sendiri per Juli 2022 sebesar Rp144 triliun. Yang mana, sekitar Rp15 triliun di antaranya merupakan komitmen pembiayaan mitigasi.

“Komitmen pembiayaan untuk mitigasi juga akan ditingkatkan seiring waktu,” ucap Edwin.

Sementara itu, Jonathan Drew selaku Head of Global Banking Sustainability HSBC Asia Pasifik mengatakan, upaya transisi energi bisa dilakukan dengan pendanaan tepat. Peran lembaga keuangan seperti bank berperan sebagai pendukung strategis.

HSBC sendiri tegas mendukung transisi energi dengan menyediakan green deposit, private banking network, dan green money market. “Ini ditujukan untuk investasi pembangunan berkelanjutan dan pengembangan teknologi rendah karbon,” tutur Jonathan.

Di dalam forum G20 Summit November 2022, Indonesia akan mengumumkan proyek-proyek yang selaras dengan misi transisi energi guna menarik investasi berkelanjutan. Dan sebelum G20 Summit, pemerintah melalui kolaborasi Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan meluncurkan tiga peta jalan; peta jalan terakit transisi energi, pasar karbon, dan pajak karbon.

Masyita menjelaskan, tiga peta jalan tersebut tentu saling terkait. Misalnya, terdapat perusahaan dengan karbon yang melebihi ambang batas maka harus membayar kelebihan karbon yang dihasilkan.

“Sebagian bisa dibayarkan dengan pajak karbon dan sebagian lainnya bisa dengan membeli kredit dari pasar karbon,” tutur Masyita.

Adapun, Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga optimistis transisi energi akan menghadirkan banyak peluang ekonomi. Investasi berkelanjutan, memunculkan jenis-jenis pekerjaan baru (green jobs) serta mengakselerasi perkembangan teknologi.

Jiro menegaskan, perlu kolaborasi berbagai pihak guna mewujudkan transisi energi dan mengejar target Net Zero Emission pada 2060 maupun target NDC 2030. “Pemerintah menyiapkan regulasi dan komitmen politik, swasta (berperan) dalam investasi dan dukungan keuangan,” katanya.