Bank Indonesia mengatakan ekonomi domestik berpotensi memperoleh banyak keuntungan dari tren keuangan berkelanjutan saat ini. Indonesia dapat meraup potensi investasi ribuan triliun hingga menyerap jutaan tenaga kerja baru.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, antusiasme publik global terhadap instrumen keuangan berbasis ESG tetap kuat pada tahun ini sekalipun ada ancaman perlambatan ekonomi global. Minat terhadap instrumen keuangan berkelanjutan juga meningkat sehingga memberi peluang positif bagi Indonesia.
"Karena Indonesia memiliki banyak kegiatan dan proyek yang dapat menjadi underlying untuk kegiatan berkelanjutan ini," kata Destry dalam acara Mandiri Sustainability Forum 2022, Rabu (2/11).
Indonesia memiliki ribuan cadangan sumber daya yang bisa menghasilakan listrik hingga 24 gigawatt. Berbagai potensi tersebut baik yang bersumber dari tenaga bayu atau angin, panas bumi yang melimpah hingga aplikasi untuk panel surya.
Destry mengutip data dari Kemenko Maritim dan Investasi, potensi investasi di sektor infrastruktur hijau bisa mencapai US$ 600 miliar atau setara lebih dari Rp 9.000 triliun. Selain itu, Indonesia juga bisa mengembangkan industri kendaraan listrik dengan potensi nilai investasi hingga US$ 35 miliar atau lebih dari Rp 500 triliun dalam 5-10 tahun mendatang.
"Saya pikir ini sangat potensial bagi Indonesia. Kami juga menyadari bahwa saat ini sangat sulit untuk mendapatkan kendaraan listrik karena produksinya terbatas tetap permintaannya sangat tinggi," kata Destry.
Destry juga menyebutkan perhitungan Bappenas yang menunjukkan transisi menuju ekonomi hijau akan mendukung sektor ketenagakerjaan dan berpotensi menciptakan 1,8 juta pekerjaan pada 2030. "Ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat sampai generasi selanjutnya," kata Destry.
Inisiatif untuk transformasi ekonomi hijau di dalam negeri terus menunjukkan peningkatan dalam 10 tahun. Ini tercermin dari Indeks Ekonomi Hijau (GEI) Indonesia pada tahun 2020 sebesar 59,17. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir dan menunjukkan kenaikan 25% sejak 2010.
Indeks ini terdiri atas 15 indikator yang digolongkan ke dalam tiga pilar yakni indikator ekonomi, sosial dan lingkungan. Meski meningkat, indeks tersebut menunjukkan bahwa transformasi ekonomi hijau Indonesia masih ada catatan dari aspek lingkungan.
Kinerja ini ditopang utamanya oleh pilar ekonomi dengan skor indeks 64,98 poin, sementara pilar sosial dan lingkungan di bawah indeks secara keseluruhan. Indeks sosial dengan skor 59 dan lingkungan 52,35 poin.
"Kami lihat ada pekerjaan rumah dalam konteks lingkungan, kita perlu menjaga betul ekonomi kita menjadi lebih baik dan mengimbangi juga dengan pilar-pilar lainnya," kata Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam dalam peluncuran GEI pada Selasa (9/8).