Pemerintah bersama Asian Development Bank (ADB) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk pensiun dini PLTU Cirebon-1 yang berkapasitas 660 megawatt (MW) melalui pendanaan senilai US$ 250-300 juta atau setara Rp 3,8-4,6 triliun lewat Energy Transition Mechanism (ETM).
PT Cirebon Electric Power (CEP) selaku perusahaan pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) yang mengelola PLTU Cirebon-1 mengatakan belum ada kesepatan yang riil dari upaya tindak lanjut atas MoU tersebut.
"Belum ada komitmen dan, atau kesepakatan konkret yang telah dibuat. Cirebon Power terbuka untuk diskusi selanjutnya,” kata Kepala Komunikasi Cirebon Power, Yuda Panjaitan kepada Katadata.co.id, Senin (21/11).
Yuda melanjutkan, perusahaan memiliki komitmen kuat terhadap kelestarian lingkungan dan mendukung upaya pemerintah Indonesia serta berbagai inisiatif global untuk mencegah dampak perubahan iklim.
"MoU yang ditandatangani ADB, Kementrian ESDM, dan PLN pada 14 November lalu adalah wujud upaya kami untuk mengeksplorasi dan mempelajari lebih lanjut Mekanisme Transisi Energi atau ETM, ujar Yuda.
Sementara itu, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menilai skema pembiayaan pensiun dini PLTU batu bara lewat mekansime ETM belum mampu menarik pendanaan dari perbankan maupun dari pemberi pinjaman komersial.
Pendanaan ETM sejauh ini masih bergantung pada sumber keuangan dari donor negara, hibah dan filantropi. Peneliti Keuangan IEEFA, Elrika Hamdi, mengatakan pihak lembaga keuangan komersial masih gamang untuk menyalurkan pinjaman pendanaan untuk proyek pensiun dini PLTU. Alasannya,
"Itu memang jadi dilema kerena ketika perbankan ingin menyalurkan pendanaan pada penutupan dini PLTU, mereka akan menyentuh pendanaan kotor sedangkan bank kan tidak mau portofolio mereka dikotori oleh aset-aset ini," kata Elrika saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Minggu (20/11).
Dia menambahkan, kebijakan ini mulai diterapkan dan berlaku pada lembaga keuangan atau perbankan yang berada di negara-negara yang sudah memberlakukan taksonomi hijau, termasuk Indonesia. Kekhawatiran tersebut ditambah oleh sikap sejumlah nasabah dan lembaga masyarakat sipil yang kini menyoroti portofolio perbankan.
Lebih lanjut, mekanisme ETM untuk pensiun dini tidak masuk dalam green financing atau pendanaan hijau. "Pendanaan ini memang bukan green financing, tapi negara berkembang seperti Indonesia butuh transition financing," ujar Elrika.
Sebelumnya, ADB menilai perusahaan pemilik PLTU Cirebon-1 telah memiliki program sosial yang aktif di masyarakat sehingga pembangkit tersebut cocok untuk merealisasikan transisi energi yang kuat dan berkeadilan.
ADB baru akan memulai negosiasi jadwal pembangkit ini benar-benar mati. Pembangkit listrik ini memiliki kontrak penyaluran listrik hingga 2042, artinya saat itu usianya 30 tahun. Biasanya, pembangkit listrik batu bara memiliki usia 40-50 tahun, sehingga kontrak bisa diperpanjang usia 10-20 tahun setelah habis pada 2042.
"Jika pembangkit listrik ini menghentikan operasinya secara permanen pada 2037, misalnya, hal itu akan mengurangi masa operasinya setidaknya 15 tahun dengan menggunakan masa operasi konservatif 40 tahun," kata ADB dalam keterangan resminya, Senin (14/11).