Penerapan prinsip bisnis hijau dan bisnis berkelanjutan telah menjadi tren di kalangan korporasi. Hal ini seiring dengan meningkatnya tuntutan publik serta kesadaran dari perusahaan-perusahaan untuk menjaga lingkungan dalam operasional bisnis mereka.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk menjadi salah satu perusahaan yang gencar dalam penerapan bisnis berkelanjutan. Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk Mohammad Syah Indra Aman mengungkapkan, Adaro melakukan perubahan struktur dan bertransformasi menjadi tiga pilar bisnis untuk dapat lebih menyesuaikan diri dengan bergerak cepat mengembangkan inisiatif hijau.
Pilar yang pertama adalah pilar Adaro Energy yang membawahi seluruh bisnis yang telah membawa Adaro menjadi salah satu perusahaan energi terbesar. Yang kedua, pilar Adaro Minerals yang akan mengolah sumber daya mineral serta aluminium di kawasan industri hijau Kalimantan, yang merupakan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di mana hal ini merupakan wujud komitmen Adaro untuk mentransformasi bisnis menjadi usaha yang lebih berkelanjutan melalui inisiatif ramah lingkungan. Dan pilar baru yang ketiga adalah pilar Adaro Green yang akan fokus mengembangkan berbagai sumber energi baru dan terbarukan.
“Konsep ini kita persiapkan supaya bisa lebih menyesuaikan diri untuk bergerak cepat mengembangkan Green Initiative yang ada,” ujar Indra dalam acara Katadata Regional Summit 2022 yang berlangsung di Jakarta, Kamis (1/12).
Indra menambahkan, Adaro menekankan pada proyek-proyek dengan inisiatif hijau serta menciptakan dua pilar bisnis lain, yakni Adaro Minerals dan Adaro Green. Pilar Adaro Green inilah yang akan menangani proyek-proyek energi hijau.
“Inisiatif hijau yang merupakan bisnis baru akan ditangani oleh Adaro Green, seperti pengembangan PLTB (wind power) itu sudah kita jalankan. Kita juga sedang mengembangkan pembangkit tenaga listrik waste to energy, jadi dari sampah diubah menjadi energi,” katanya.
Upaya Adaro untuk menerapkan bisnis berkelanjutan tak berhenti dengan menciptakan pilar bisnis baru, namun juga dengan menekan emisi karbon dari bisnis utama. Langkah nyata yang dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan batu bara di power plant milik Adaro dan menggantinya dengan sampah sebagai sumber energi listrik.
“Kalau tadinya 100% pakai batu bara, kita sudah mulai secara bertahap menggunakan biomass. Kita juga mengundang komunitas yang ada di sekitar PLTU untuk mengumpulkan sampah yang diubah menjadi organic pellet, kemudian digunakan di PLTU menggantikan batu bara,” kata Indra.
Ia menjelaskan, satu ton sampah setara dengan satu ton batu bara sehingga sampah menjadi sumber energi pengganti yang tepat di tengah upaya Adaro untuk mereduksi emisi karbon dari operasional bisnisnya.
Adaro juga telah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 600 KiloWatt di mana listrik yang dihasilkan digunakan sebagai daya di terminal khusus milik perusahaan Adaro.
Terkait Adaro Minerals, Indra mengungkapkan bahwa eksistensi pilar bisnis ini terkait dengan masalah dalam penggunaan energi terbarukan. Menurut Indra, energi terbarukan belum dapat menghasilkan listrik yang stabil layaknya energi fosil sehingga Indonesia membutuhkan industri baterai.
“Untuk membuat baterai kita perlu mineral seperti nikel, lithium, atau copper (tembaga) di mana Indonesia punya. Sehingga visi Adaro Minerals ke depannya adalah bagaimana raw material itu diproses di Indonesia dan dijadikan produk jadi dengan menggunakan energi hijau,” tuturnya.
Inisiatif lainnya dari Adaro terkait lingkungan adalah menjalin kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam membangun pusat persemaian dan menyiapkan bibit-bibit tanaman dan pohon kualitas terbaik.
“Kan kita harus combat climate change karena emisi gas rumah kaca, sehingga program-program yang menekankan pada penyerapan dan penyimpanan karbon itu akan semakin penting ke depannya. Untuk mendukung dua program dan proyek ini mau enggak mau kita harus punya kualitas bibit pohon yang baik,” ujar Indra.
Pusat persemaian yang tengah dibangun diproyeksi dapat menghasilkan 10-12 juta batang pohon per tahun. Nantinya bibit-bibit itu akan disebarkan oleh pemerintah untuk menghijaukan dan merevitalisasi hutan yang rusak.